Di masyarakat kita, dunia kicau memang tidak ada matinya. Sepanjang sejarahnya, even-even terkait dengan masalah kicau yang digelar berbagai fihak selalu menyedot perhatian dan partisipasi para pelaku kicau mania. Berbagai even yang digelar mulai dari latihan bersama sampai lomba beneran selalu menjadi incaran para penggila burung dari berbagai kalangan dan strata social. Hebat to ?
Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa hobi burung sudah menjadi hobi yang merakyat, sehingga animo itu tidak pernah surut. Bahkan akan semakin membesar.
Demikain pula dunia penangkarannya. Karena saat ini penangkaran telah menjadi penyedia stok bakalan yang utama. Hutan sebagai habitat awal dari burung-burung kita, kini sudah angkat tangan, karena sudah tidak sanggup menyediakan stok tersebut. Gak percaya ? Tanyakan saja kepada Pak Haji Subehan (penangkar burung cucak rawa dari Kalimantan ) . . .
Terkait masalah penangkaran burung sebagai penyangga utama ketersediaan burung bakalan, ada berita bagus yang ingin saya sampaikan kepada pembaca. Di mana di pekan ini dunia penangkaran burung khususnya dunia klank klink klunk bakal menggenapkan hajatnya dalam melestarikan burung sekaligus meramaikan pasar dengan menggelar pertemuan besar.
Hari Sabtu tanggal 29 November 2014 adalah hari yang telah ditetapkan oleh panitia jauh-jauh hari sebagai hari bahagia bagi para penangkar cucak rawa tersebut. Karena di hari itu, sebauh even akbar yang bakal mengupas tuntas seluk-beluk penangkaran burung langka ini digelar di Kota Klaten. Yaitu sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang telah kondang sebagai pusat penangkaran berbagai spesies burung.
Sampai saat tulisan ini dibuat kabarnya sudah sekitar 50-an penangkar yang sudah mengkonfirmasi kehadirannya. Begitu info dari Bapak Joko Sadono selaku ketua panitia pertemuan nasional Komunitas Penangkar Cucak Rawa (KPCR) yang sekaligus menjabat Presiden KPCR. Dalam kapasitasnya sebagai presiden saya sering menyebut beliau dengan sebutan Presiden Jokosa. Hal ini penting untuk sekedar membedakan dengan presiden yang beneran yaitu Presiden Jokowi.
Even yang digelar secara rutin ini selalu menyedot paratisipasi para penangkar burung cucak rawa tanah air. Mereka para penangkar burung yang sudah mulai langka ini, seakan mendapatkan oase kembali yang akan mengusir dahaga mereka terkait dengan sulitnya membiakkan burung mahal ini.
Maka tidaklah mengherankan jika para penangkar burung cucak rawa di Jateng – DIY selalu antusias menyambut even bernuansa keakraban, yang mengetengahkan prinsip dari kita untuk kita ini . Bahkan penangkar Jawa Timurpun tidak mau ketinggalan. Banyak diantara mereka yang sudah mengkonfirmasi kehadirannya. Demikian juga para penangkar burung cucak rawa yang berdomisili di Depok dan Bogor yang selama ini dikenal sebagai gudangnya penangkar berbagai spesies burung tersebut.
Hanya saja (jika ada yang patut disayangkan) dalam even ini salah satu ikon cucak rawa nasional belum bisa hadir. Tokoh yang sedianya bakal dijadikan salah satu nara sumber yaitu bapak Haji Subehan rupanya belum bisa berbagi ilmu dan pengalamannya karena kesibukan beliau. Padahal beliau adalah sosok yang sangat tepat untuk berbagi ilmu dan pengalaman, mengingat record beliau sebagai penangakr yang 100% burungnya berproduksi dengan baik, disamping karena faktor putra asli dari daerah dimana habitat burung cucak rawa beranak pinak dengan baik yaitu Kalimantan.
Syukurlah panitia sigap mensikapi hal ini. Panitia sudah menyiapkan beberapa pembicara lain yang juga sudah malang melintang di dunia penangkaran cucak rawa tanah air. Ada mas Andri Jatmika dari Jogjakarta, Bapak Arif Damkar dari Kebumen dan Mas Fahmi adalah sederetan pendekar penangkaran burung cucak rawa yang sudah mengecap asam garamnya penangkaran. Beliau bertiga adalah sosok yang tepat untuk mengisi forum yang akan memperbincangkan bebagai tantangan dalam penangkaran burung cucak rawa ini.
Secara jujur para penangkar burung cucak rawa pasti mengakui bahwa menangkarkan burung jenis ini memiliki tantangan tersendiri. Demikian juga yang dialami oleh penulis sendiri. Saya memiliki pengalaman kurang manis dalam menankgarkan burung cucak rawa. Di mana saya pernah menangkarkan empat pasang burung cucak rawa dengan usia beragam dalam rentang waktu penangkaran antara empat sampai enam tahun.
Dalam rentang masa tersebut saya belum bisa “membaca pikiran burung” maunya diopeni model kayak apa agar dia mau nelor. Sehingga karena maunya burung belum bisa saya baca maka dalam masa enam tahun itu si burung ngambek alias tidak mau bertelur.
Bener memang menangkarkan burung cucak rawa memang memiliki tantangan tersendiri. Akhirnya karena tidak kuat mengikuti tantangannya tersebut saya nyerah. Sampai saat ini masih saya catat dalam benak saya bahwa menangkar burung cucak rawa memang memiliki tantangan tersendiri.
Beberapa penangkar senior yang pernah saya “tanggap” juga memberikan cerita yang sama, bahwa di dalam kandang penangkaran burung cucak rawa memang tersimpan tantangan tersendiri. Tantangan untuk bisa membaca kemauan burung cucak rawa agar dia mau bertelur. Nggak cuma ngabisin pisang doang . . .
Seorang penangkar burung kawakan di daerah Depok Jawa Barat pernah menceritakan kepada saya. Dengan ekspresi serius beliau mengatakan “Jangankan untuk para pemula seperti saya, para seniorpun mereka sering kehabisan ide untuk “nyranteni” agar burung cucak rawa dalam penangkarannya mau bertelur”.
Kata beliau lagi, lamanya seorang penangkar bergelut di dunia penangkaran cucak rawa masih belum jangkep, karena dia masih harus menyediakan stok sabar dalam jumlah besar secara terus menerus. Itu prasyarat agar burung kesayangan kita mau berproduksi dengan baik. Oooo . . .begitu to . . .
Oleh karena itu, di tengah tantangan yang seru sebagaimana telah disinggung di atas maka kehadiran forum yang digagas oleh KPCR ini tentu sangan dinantikan oleh para penangkar tanah air. Ini adalah kebutuhan bersama para penangkar. Bahkan tidak berlebihan jika saya katakan bahwa kehadiran even semacam ini telah menjadi fardhu kifayah bagi perkembangan penangkaran burung cucak rawa tanah air.
Harus kembali ditekankan bahwa keberadaan penangkaran burung cucak rawa saat ini mutlak diperlukan. Hal ini kita lakukan jika kita tidak ingin burung bersuara merdu ini tinggal cerita saja alias punah. Karena saat ini stok di alam sudah sangat menipis. Di hutan yang menjadi habitat aslinya seperti hutan Kalimantan, Sumatera jumlah mereka tinggal sedikit.
Keberadaan di alam yang sudah menipis ini, sudah mendesak untuk segera diganti dengan penangkaran yang produktif. Jika penangakran ini tidak dilakukan oleh masyarakat mungkin dalam sepuluh tahun ke depan keberadaan burung cucak rawa hanya tinggal cerita semata. Mungkin lima belas tahun lagi kalau anak-anak kita bertanya tentang burung cucak rawa kita hanya bsia menunjukkan burung trucukan “Ini le . . . burungnya mirip burung ini”. Paling hanya itu. Ngeri to . . . ?
Syukurlah di tengah upaya menaklukkan tantangan dalam menangkarkan burung bersuara merdu ini, hadir even semacam ini. Saya secara pribadi bersyukur pada yang di atas dan berterima kasih kepada para penggiat perburungan nasional yang masih peduli dengan kondisi ini. Hidup KPCR. Usaha kalian tidak sia-sia. Salam klank . . . klink . . . klunk . . . moga burungku kembali lestari dan kantongku kembali menebal. Ok ThankU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H