Jika kita memperhatikan lebih serius tentang motif orang dalam memelihara burung terutama burung jalak bali maka secara umum bisa kita kelompokkan ke dalam dua motif utama. Pertama karena hobi, dan yang kedua karena motif ekonomi.
Setidaknya itulah hasil pengamatan saya sebagai pengamat perburungan yang baik hati dan tidak sombong yang hobi nongkrong di siang bolong di pasar burung sampai kantong ini bolong karena ngincer burung jalak bali yang harganya makin hari makin melambung tinggi . . .he he he . . .
Eh . . . serius lo. . . . umumnya motivasi mereka dalam memelihara burung jalak bali cuma dua itu. Gak percaya ? Coba deh kalau pas lagi ke pasar burung Depok Solo, pasar burung PASTY Yogyakarta, Pasar burung Pramuka di Matraman, pasar burung Suka Haji Bandung, Pasar burung Karimata Semarang atau pasar burung Kupang Surabaya bertanyalah kepada para pengunjung. Dari situ maka penjenengan akan sependapat dengan saya.
Coba iseng-iseng tanyakan kepada mereka “Permisi Öm yang ganteng . . . Om punya burung gak Om ?”. Pasti si Om akan menjawab begini “Ya punyalah ... saya kan laki-laki !”
“Maksud saya burung piaraan di rumah om ganteeenngggg . . . punya kan . . .Apa sih om tujuan om ganteng ini dalam memelihara burung ?” Coba ajukan pertanyaan itu ke sepuluh orang pengunjung pasar burung. Terus catat jawaban mereka. Terus umpetin jawaban itu, gak usah kasih tahu ke saya ya . . . nanti akan saya tebak jawabannya
Saya berani bertaruh bahwa jawaban mereka berada di seputar hobi dan dagang burung . . .ini artinya motivasi mereka dalam memelihara burung masuk dalam dua klasifikasi di atas; hobi dan ekonomi. Betuuuulllll . . .? ? ? Pasti betullah . . . tukang burung jalak bali kok di tantang . . . he he he
Saya pribadi sebagai salah seorang yang masuk kategori Om Ganteng ala istri saya terus terang terang terus . . . eh maksud saya terus terang dalam memelihara burung jalak bali lebih cenderung memilih motif ekonomi. Saya sih memang hobi memelihara burung jalak bali, tapi saat saya menangkarkan burung jalak bali seperti saat ini, jujur motif saya memang motif ekonomi. Saya pingin cari duit dengan cara menangkarkan burung jalak bali ini.
Saya menyadari sepenuh hati dan sepenuh ampela bahwa level saya memang di tingkat itu. Saya belum sampai pada level di mana saya sanggup membiayai hobi sampai berjuta-juta, berpuluh bahkan beratus juta seperti orang-orang yang memiliki hobi mengoleksi mobil, barang antik, benda seni, burung macau itu.
Mereka rela mengeluarkan uang berjuta-juta, berpuluh bahkan beratus juta demi hobinya. Saya belum sampai ke level itu. Level saya adalah level ekonomi, di mana ketika saya menangkarkan burung jalak bali tujuan saya adalah untuk menghasilkan anakan burung jalak bali yang natinya bakal saya jual. Dari penjualan anakan burung jalak bali itu saya akan mendapatkan uang barang seribu dua ribu sebagaimana kata pepatah seribu dua ribu lama-lama jadi batu . . . eh maksud saya sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit . . . Itu tujuan saya dalam menangkarkan burung jalak bali.
Dan bagi para kicau mania yang selama ini menekuni hobi perburungan, latber, doro keplek, gak ada salahnya jika hobi tersebut dilengkapi dengan jualan burung atau bahkan menangkar burung. Hasil tangkarannya dijual ke pasar. Terus dapat duit, terus duitnya untuk membiayai hobi burung. Mbulet la’an. Tapi mabteb to ?
“Iya om ganteng . . . sebenarnya saya juga kepingin seperti om ganteng ini . . . menangkarkan burung jalak bali sampai beranak-pinak . . . tapi saya gak punya hoki di penangkaran, hoki saya di kicauan... malah kata emak saya ini tidak bertangan dingin,”. Begitu kurang lebih komentar dari sebagian kicau mania jika diajak bicara tentang prospek penangkaran burung, terutama burung jalak bali.