Coretan ini masih terkait dengan momen Kopdar KPCRI ke- 6 yang akan digelar di Boyolali Hari Sabtu besok. Secara pribadi saya sangat mengapresiasi teman-teman penggerak maupun anggota dari Komunitas Pencinta Cucak Rawa Indonesia (KPCRI) yang memiliki kepedulian terhadap burung cucak rawa. Burung eksotik yang keberadaannya di alam sudah mulai langka itu. Apa lagi kepedulian teman-teman  ini memang berangkat dari hobi, ini sangat dahsyat. Kepedulian yang berangkat dari hati, bukan kepedulian yang basa-basi.
Kata orang kepedulian yang berbasis hobi tidak akan pernah kehabisan energi. Ini sangat cocok dengan dunia pelestarian, di mana pelestarian burung membutuhkan kerja panjang secara terus-menerus tanpa ada batas finisnya. Maka basis hobi yang melandasi kepedulian ini menjadi modal yang sangat penting. Itu yang pertama.
Terus yang kedua terkait dengan pesan para sesepuh di mana  jer basuki mowo beo. Artinya setiap aktivitas memerlukan dana, termasuk juga kegiatan yang masuk dalam ranah hobi  sekalipun. Dia memerlukan biaya. Di sinilah kita ketemu dengan aktivitas penangkaran. Hobi kita bermain burung, kita biaayai dari hasil menangkar burung. Klop sudah. Hobi bisa tersalurkan, dana bisa diunduh dari penangkarannya. Mantablah . . .
Itulah sebabnya dalam setiap momen Kopdar KPCRI selalu mengambil tema yang berkaitan dengan penangkaran. Tentang meningkatkan produktifitaslah, tentang cara menelisik sexing burunglah, tentang kesehatan burunglah, semuanya menjadi topik pembahasan yang menarik. Ujung dari pembahasan itu adalah menjadikan penangkaran kita produktif. Sampai di sini jer basuki mowo beo sudah tertangani dengan baik.
Satu lagi yang harus dilakukan oleh teman-teman KPCRI adalah menjadikan penangkaran burung sebagai alternatif wira usaha yang dibanggakan masyarakat. Menjalani profesi sebagai penangkar burung harus banggga dong. Karena secara ekonomi profesi ini terbukti mampu memberikan kesejahteraan yang lebih dari cukup. Namun tentu saja syarat dan ketentuan berlaku.
Saya pribadi sudah mengembara ke berbagai tempat untuk mengunjungi penangkaran burung. Saya menemukan banyak penangkar yang telah menemukan kesejahteraan hidupnya melalui penangkaran burung.
Di wilayah timur saya mengenal Pak Anang di Malang dan Ibu Susilowati di Kertosono. Kedua orang ini telah berhasil menangkarkan berbagai jenis burung. Dari kandang penangkarannya beliau mendapatkan hasil dengan nominal yang sangat lumayan.
Di Solo Raya kita mengenal nama-nama besar di dunia burung. Sebut saja pak Anda Priyono ( beliau sudah pensiun), Ir Samino, Om Afiat, Om Joko Sadono . . .Ssstt jangan lupa juga sebut nama Syam Jabal ya . . . he he he . . .
Di blok barat lebih banyak lagi. Nama-nama kondang seperti Pak Mochtar, Om Saidi, Om Eris, Pak Sugeng, Pak Kardi dan sederetan nama-nama lain kolega om Yoewono key note speaker di kopdar ke 6 KPCRI besok. Saya perah mengunjungi penangkaran milik om Saidi yang dibangun di atas lahan seluas 2 Ha, dengan ratusan kandang penangkaran. Ngiler saya ngliatnya.
Lalu apa sarat dan ketentuan tersebut?