Mohon tunggu...
Syam Jabal
Syam Jabal Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

tukang burung (http://gudangjalakklaten.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Cerita Penghobi Burung Jalak Bali Dari Medan Sampai Sidoarjo

5 Februari 2015   01:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:49 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Type konsumen jalak bali itu memang beda-beda. Ada yang diam, ada yang rajin kirim cerita tentang perkembangan burung jalak balinya, ada yang kirim foto burung lagi mandi, ada yang curhat burungnya suka berantem, ada yang cerita burungnya baru berusia setahunan kok sudah bawa-bawa sarang, ada yang nanya kira-kira kapan burungnya akan bertelur padahal usia burungnya baru tiga bulan dan ada juga yang tidak ada kabar beritanya, terus saya kontak ternyata “burungnya sudah saya jual pak, nunggu hasilnya kelamaan akhirnya saya tukar murai batu” dan segudang cerita lainnya.

Dari berbagai cerita para konsumen tersebut saya mengklasifikasi konsumen ke dalam dua kategori ekstrim. Pertama konsumen yang membeli burung jalak bali benar-benar berangkat dari hobi. Kedua konsumen burung jala bali yang membeli burung jalak bali dengan bermotif pure bisnis. Bagaimana mengenali mereka. Mari kita lanjutkan ceritanya.

Berikut ini saya singgung sedikit mengenai profil para komsumen burung jalak bali yang saya maksud. Contoh terbaru adalah Bang Agy. Eksekutif muda di sebuah perusahaan “sabun mandi” berkelas internasional ini baru beberapa hari yang lalu membeli burung jalak bali saya. Dengan di antar seorang perempuan muda, dia menemui saya di bilangan Tanah Abang Jakarta Pusat.

Muda ,energik, optimis dan gaul menjadi cirri penampilannya. Tadinya saya ragu, apa iya “anak gaul’ seperti ini bakal bergelut dengan satwa ? Namun setelah sedikit ngobrol dengan beliau ternyata, bang Agy bukan orang baru dalam dunia satwa. Beliau sudah lama menggeeluti dunia ayam ketawa dan serama. Wouw . .anak gaul ini menggeluti dunia satwa . . .???

Dan benar, belum genap sehari membeli burung jalak bali dia berkirim kabar “Pak pisang kepok dan fency sudah Agy beli. Apakah minumnya harus air matang atau “air mineral” ? Begitu dia kirim kabar di sore harinya, padahal baru tadi pagi dia mengambil burung.

Esok harinya pagi-pagi sekali dia kirim kabar lagi “ Hari ini jalaknya sudah mandi pak !”. Terus saya jawab dengan pertanyaan “Burungnya sudah mandi ? Mungkin dia niru pemiliknya, pagi-pagi sudah mandi he he he . . . Dia lanjutkan . . “Jalaknya semoga kerasan di tempat saya pak. Terus saya jawab “Kerasanlah kan bang Agy orangnya care sama satwa; ayam ketawa dan serama”

Masih belum cukup, hari ketiga dia kirim poto dengan judul “Mandi Pagi”. Ooo rupanya pas burungnya mandi tadi pagi dia ngintip terus di foto. Wah bisa bahaya ini, sedang mandi di foto bisa di uber hansip loh . . .kate babe urusan bisa berabe . . . he he he . . .

Sampai di sini kita sudah bisa menebak kan, bang Agy ini type konsumen yang mana ? Kalau saya sih berani taruhan; bang Agy ini memang penghobi burung jalak bali. Setuju nggak . . . .

Konsumen berikutnya mas Phramono Estu. Lelaki asal Cibinong yang beristrikan perempuan dari Nusa Tenggara Barat (putri seorang tokoh Muhammadiyah Mataram ) yang telah dikarunia satu anak balita ini sekarang tinggal di Jogja. Beliau sedang menempuh program doctoral bidang ekonomi di universitas paling ngetop di jogja.

Mas Phramono bercerita bahwa dirinya sudah menyimpan impian untuk memelihara jalak bali sejak masih duduk di bangku SMU. Ini artinya sudah sepuluhan tahunan beliau memendam mimpinya sampai akhirnya akhir 2014 lalu kesampaian. Alhamdulillah . . .kangennya sudah terobati

Sebelum akhirnya terdampar ke rumah saya, beliau memiliki cerita yang panjang. Beliau sudah berselancar diinternet menembus awan dari sabang sampai merauke. Berbagai lapak burung jalak bali di dunia maya sudah beliau ampiri. Beberapa kali beliau menelepon mereka, menanyakan beberapa hal terkait dengan burung sampai akhirnya mengerucut ke burung jalak bali.

Namun kata beliau belum ada yang jodoh. Sebagian besar orang-orang yang pernah dikontaknya memiliki orientasi bisnis terlalu menyolok. Sampai akhirnya beliau terdampar ke rumah saya. Deg-degan juga saya ketika beliau mengutarakan keinginannya untuk menengok kandang penangkaran saya. Bagaimana tidak deg-degan, mas Phramono ini orangnya perfec banget, idealismenya tinggggiiii . . . mau melihat kandang saya yang seadanya itu ? Mudah-mudahan beliau tidak kecewa.

Kandang-kandang penangkaran jalak bali saya memang sederhana. Jauh dari cerita kemewahan kandang sebagaimana yang dimiliki oleh para juragan besar itu. Namun dari kandang yang sederhana ini alhamdulillah bisa menghasilkan puluhan burung jalak bali lo . . .

Syukur alhamdulillah ternyata idealisme beliau terkait dengan hobi burung, malah nyangkut di sini, dikandang yang seadanya ini. Terima kasih mas Phramono . . .

Siang hari begitu sampai di rumah, beliau mengirim bbm “Assalamu’alaikum,pak Syam ini saya sudah sampai di rumah. Burung sehat. Oh iya tolong di bbm-kan kebiasaan makan di tempat bapak dan extra foodingnya bila ada. Terima kasih”

Dari sini sudah bisa ditebak kan, mas Phramono ini termasuk type konsumen jalak bali yang mana . . .

Konsumen berikutnya adalah Fariz Bagasatya. Beliau asli orang Jogja. Mas Fariz ini memiliki cerita yang tidak kalah seru. Beberapa bulan sebelumnya beliau sudah rajin kontak-kontak. Beberapa kali sudah mau transfer uang muka, tetapi belum saya setujui.

Beliau bercerita bahwa pernah memburu burung jalak bali ke tempat asalnya di Pulau Bali sana. Beliau mengelilingi pulau Bali selama tiga hari. Kalau tidak salah ingat beliau bahkan sampai mendatangi Taman Nasional Bali Barat. Tapi saat beliau pulang ke Jogja tetap dengan tangan hampa. Rupanya di habitat asli jalak bali tersebut beliau tidak menjumpai buruannya.

Singkat cerita akhirnya beliau nyangkut pada sebuah blog tentang penangkaran burung jalak bali yang ternyata lokasinya di Klaten, sebuah kabupaten yang bersebelahan dengan Jogjakarta tempat beliau tinggal. Ngapain juga jauh-jauh sampai ke Pulau Bali segala ya . . . he he he . . ..

Cerita serunya tidak hanya berakhir sampai di sini. Ketika burung jalak bali sudah ditangan ternyata beliau masih harus tetap hilir mudik ke Sampit Kalimantan Tengah ke rumah mertuanya. Beliau ini beristrikan perempuan Dayak. Beberapa kali burung jalak bali piaraannya terpaksa harus ditinggal pergi ke kampong halaman istrinya untuk mengikuti upacara adat Dayak.

Terkai dengan beliau ini saya punya catatan tersendiri karena sampai saat ini saya masih punya hutang 500 ribu kepada beliau . . . he he he . . .. Kapan mampir ke rumah saya lagi mas Fariz . . .saya tunggu lo

Konsumen dari Jogja masih ada mas Joko Purwoko yang ceritanya pernah saya tulis di SINI. Beliau ini orangnya asyik juga. Sudah hamper sebulan ini beliau transfer untuk pembayaran sepasang burung jalak bali, tapi karena kehabisan stok burungnya baru akan saya antar hari Minggu besok. Terima Kasih mas Joko

Berikutnya adalah Pak Jangkung. Beliau berasal Kartosuro Solo, tapi sekarang menetap di Bandung. Beliau berprofesi sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi yang focus ke masalah komunikasi. Pakar teknologi komunikasi ini memang pecinta hewan. Berbagai ras dari ayam Tibet beliau kembangkan di farmnya yang asri di Tanjungsari Sumedang.

Tentang burung jalak balinya beliau sering mengabarkan perkembangannya. Pernah suatu hari beliau bbm “Jinak banget. Kalau saya masuk kandang, tangan saya langsung dipatokin. Minta jangkrik” . Oh bagus pak itu pak, ditempat saya malah giras. Dengan bercanda beliau membalas “Mungkin kasih sayang saya lebih besar disbanding Pak Syam he he he . . .” .Selanjutnya kami sharing soal banyak hal mulai pembuatan glodog untuk tempat sarang, bahan sarang.

Di lain kesempatan beliau mengirim kabar bahwa setelah dilepas dikandang besar burungnya sudah mulai angkat bahan sarang. Lo kok cepet umurnya kan baru setahunan ? Terus saya saya sampaikan ke beliau bahwa pada umumnya burung jalak bali berproduksi pada usia di atas satu setengah tahun. Bahkan mayoritas kisaran umur dua tahun. Walaupun ada juga kasus dimana umur sebelas bulan sudah bertelur dan menetas dengan baik.

Akhirnya kepada beliau sarankan untuk segera membuatkan kotak sarang ukuran 20 x40 dengan tinggi 20 senti meter. Kemudian ditaruh bahan sarang di lantai kandang. Beliau menikmati semua aktivitas ini ditengah-tengah kesibukan beliau sebagai dosen. Kentara sekali pak Jangkung ini adalah penghobi berat satwa.

Konsumen berikutnya adalah bapak Sasmita Priatna. Beliau ini adalah salah satu pejabat di kementerian pertanian yang rajin berkeliling Indonesia. Tokoh pertanian yang sangat aktif dalam pemuliaan tanaman khususnya padi ini selangkah lagi menjadi professor.

Beliau tergolong pembeli awal burung jalak bali produk penangkaran saya sehingga beliau masih menikmati harga murah. Karena kesibukan yang sering keliling Indonesia untuk pengamanan stok pangan memaksa beliau untuk menyerahkan perawatan burungnya kepada seorang sahabatnya sebagi asisten urusan perburungan. Saking dekatnya dengan sang asisten sampai surat jalan (sats-dn) untuk burung jalak balinya di atas namakan sang sahabat.

Pak Priatna ini type pria pemulia satwa. Sepertinya beliau ini tidak memiliki minat sama untuk membisniskan. Mungkin yang ada dalam benak beliau ini hanyalah bagaimana caranya agar satwa-satwa asli Indonesia bisa lestari sehingga terhindar dari kepunahan. Dan saat beliau merambah jalak bali, ini adalah hal yang sangat tepat mengingat pertumbuhan populasi jalak bali di alam sangat kecil, sehingga sangat membutuhkan kehadiran orang-orang semacam pak Priatna ini.

Terus terang, jika mengandalkan yang ada di alam maka dalam lima tahun lagi mungkin burung jalak bali sudah tinggal kenangan. Solusi terbaiknya adalah penangkaran. Dan untuk menangkarkan dibutuhkan orang-orang seperti Pak Priatna ini. Karena beliau memiliki jiwa pemuliaan satwa (dan tumbuhan) yang tinggi.

Konsumen berikut adalah masih berstatus calon konsumen. Namanya pak Syahrum. Burung yang akan beliau beli saat ini masih dalam taraf proses pengurusan dokumen surat angkut dan karantina. Jika dokumen-dokumen tersebut sudah selesai maka burung siap dikirim karena sertifikatnya sudah selesai sejak beberapa hari lalu.

Lelaki yang sekarang menetap di Medan Sumatera Utara ini adalah tokoh senior di bidang ketenagakerjaan. Beliau menjabat sebagai kepada badan yang mengurusi tenaga kerja Indonesia di luar negeri dengan kantor yang berkedudukan di Medan. Berbagai persoalan ketenagakerjaan di luar negeri menjadi bidang tugas beliau.

Dengan seabreg kesibukan beliau di lembaga non kementerian yang dipimpin oleh bapak Yusron Wahid yang juga merangkap ketua GP Anshor ini, beliau masih menyediakan kepedulian untuk melestarikan satwa dengan cara menangkarkan burung jalak bali. Berbagai jenis burung menjadi minat beliau ini.

Berkali-kali beliau akan mampir ke rumah saya di Klaten namun belum juga terealisir. Padahal sahabat beliau yang tinggal di Semarang sudah berkali-kali mendesak untuk segera meluncur ke Klaten, namun waktu rupanya belum mau diajak kompromi sehingga beliau masih kesulitan untuk mengatur jadwal.

Seminggu yang lalu setelah mengadakan rapat koordinasi terkait tugasnya sebagai pelaku bidang ketenakerjaan di sebuah tempat di Bogor, rencananya beliau akan mampir ke Klaten. Tapi lagi-lagi gagal. Dan kemarin beliau menjadwal ulang, insya Allah pekan ke dua atau ketiga bulan Januari ini beliau akan menyempatkan datang ke Klaten. Mudah-mudahan kesampaian.

Namun tiba-tiba. . . . saat saya menuliskan cerita ini ada telepon masuk. Begitu saya angkat ternyata dari pak Syahrum. Beliau menyampaikan bahwa beliau masih belum bisa memastikan kapan datang ke Klaten, hanya beliau mengabarkan bahwa besok Senin akan mentransfer uang untuk pembayaran dua pasang burung jalak bali yang telah beliau pesan beberapa pekan yang lalu. Terima kasih pak Syahrum, semoga perkenalan kita memberikan keberkahan bersama. Aamiin.

Begitulah cerita saya tentang sebagian konsumen burung jalak bali saya. Masih ada beberapa cerita ringan lainnya. Misalnya yang dialami oleh Piwi yang burungnya lepas kandang dan Hadi Surya di Sidoarjo. yang kandangnya dibobol tikus. Saya ceritakan sekilas ya . . . .

Siang itu Piwi berkirim bbm, “Pak Syam burung saya lepas, apa boleh saya pulut ?” Buru-buru saya jawab “Lakukan apa saja mas yang penting ketangkep.”

Pikir saya, ini aneh banget. La wong burung sudah lepas kok masih sempat bbm tanya apa boleh di pulut. Tapi begitulah memang sifat rasa sayang. Rasa sayang kita terhadap sesuatu akan bisa mengalahkan logika kita. Karena rasa sayangnya kepada burung jalak bali miliknya, saat burung tersebut terlepas dari kandang yang Piwi fikirkan bukan bagaimana caranya agar burung tersebut bisa ditangkap kembali. Namun yang justru dia fikirkan adalah bagaimana jika burung tersebut bisa ditangkap kembali namun burungnya tersakiti. Dia tidak tega jika burungnya tersakiti. Luar biasa . . . konon rasa sayang ini timbul dari cinta yang sejati. Dan cinta sejati membuat kita tidak rela jika dia tersakiti . . .jiaa . .ha ha ha ha . .itu kata bang Agy loh . . . .

Ada lagi cerita dari cak Hadi Surya, masih di Sidoarjo sana. Beliau ini pernah bbm begini “Pak syam apakah burung jalak bali bisa ndusir-ndusir tanah ?” Ndusir itu maksudnya apa ? Ternyata ndusir-ndusir itu maksudnya mengorek-ngorek tanah dalam jumlah yang agak banyak, sampai menjadi gundukan tanah.

Dengan agak bingung saya jawab “Kayaknya gak bisa mas”. Terus dia membalas “Apa mungkin ada tikusnya ya pak Syam ?”. Wah . . .sekarang saya baru ngeh . . .ini pasti tikus. Buru-buru saya jawab “Iya itu tikus mas. Cari sampai ketemu ya”.

Tikus adalah predator sangat berbahaya bagi penangkaran burung jalak bali. Jika sampai ada tikus yang bisa masuk kandang dijamin pasti burungnya tidak mau bertelur.

Dan masih segudang cerita lainnya yang tidak sempat saya ingat.

Oh iya saya ingat satu lagi. Saya pernah mendapat bbm dari mas Nurhidayat di Ciputat “Pak Syam kok kata teman saya burung jalak balinya jantan semua ?’ kata beliau. Waduh saya salah prediksi ini, pikir saya.

Sejauh ini alhamdulillah dari sekitar 25 pasang burung jalak bali yang saya jual baru kali ini saya mendapat kabar bahwa penjodohan saya keliru. Tapi apakah ini bener-bener keliru ? Karena sebenarnya membedakan jantan dan betina pada burung jalak bali itu gampang-gampang susah.

Ada burung jalak bali yang secara fisik sangat gampang dibedakan mana jantan dan mana betinanya. Namun ada juga pasangan burung jalak bali yang jantan dan betinanya secara fisik sangat mirip, sehingga sangat susah dibedakan. Dan saya memiliki kedua-duanya. Ada yang perbedaannya menyolok, ada yang sangat mirip. Mungkin burung jalak bali yang saya kirim ke tempatnya mas Nurhidayat ini type yang sulit dibedakan.

Selama ini saya berusaha untuk memilah antara yang jantan dan betina sejak usia dini. Pada usia 2-3 pekan piyikk burung jalak bali jantan dan betina memiliki bentuk kepala yang berbeda, suara yang berbeda dan cara membuka mulut saat diloloh lebarnya juga berbeda.

Kalau piyik yang jantan kepalanya agak benjol bagian belakang, suaranya lebih kasar dan membuka mulut lebih lebar saat diloloh. Namun jika burung sudah mulai agak besar pada usia 1,5- 9 bulan perbedaan-perbedaan tersebut sudah memudar, sehingga sulit dikenali.

Nah saya biasanya memilih mana yang jantan dan mana yang betina pada usia dini tersebut. Setelah itu seiring perkembangan umur kami masih tetap melakukan pemantauan untuk meyakinkan bahwa prediksi awal tersebut tidak meleset. Jika meleset akan kami koreksi dengan cara memindahkan ring yang kami pasang pada kaki burung, dari kiri ke kanan atau sebaliknya dari kaki kanan ke kaki kiri. Biasanya kami memasang ring kanan untuk burung berjenis kelamin jantan dan ring kiri untuk yang berjenis kelamin betina. Dan sejauh ini alhamdulillah prediksi kami lebih banyak tepatnya.

Semua upaya ini saya lakukan untuk memberikan pelayanan lebih kepada konsumen. Harus saya sampaikan di sini bahwa mayoritas penangkar atau penjual burung jalak bali tidak melakukannya saat menjual burung jalak bali. Sepertinya mereka memang sengaja tidak memilihkan mana yang jantan dan mana yang betina, dengan tujuan menghindari resiko. Karena memprediksi mana jantan dan mana betina pada usia kurang dari satu tahun pada dasarnya memang bukan pekerjaan yang gampang. Dengan tujuan menghindari resiko maka pembeli disuruh untuk memilih sendiri pasangan mana yang dia inginkan. Dengan cara ini maka resiko ada di tangan pembeli.

Bisa dibayangkan pembeli yang masih awam, mereka pasti akan mengalami kebingungan, akhirnya dia asal memilih saja. Nah saya pribadi tidak ingin hal ini terjadi pada komsumen saya. Maka sejak awal sudah saya mengupayakan untuk memilihkan mana yang betina dan mana yang jantan. Tapi itu semua sifatnya hanya prediksi, dan sama sekali bukan memastikan bahwa ini pasti jantan dan ini pasti betina. Sekali lagi inisifatnya hanya prediksi. Tapi selama ini, alhamdulillah banyak tepatnya.

Jadi anakan burung jalak bali di tempatnya pak Syam ini sudah di pisah-pisahkan antara yang jantan dan betina ya ? Wah pak Syam ini orangnya baiiiiiik sekalii . . .ya . . .!!!!

Dengan malu-malu pak Syam menjawab “Iyaaaa . . .memang saya orangnya baiiikkkk kok” . .. . .

Piss deh . . . maaf guyon . ..

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun