Mohon tunggu...
Akhmad Sugiyono
Akhmad Sugiyono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Manusia Biasa, bagian terkecil dari masyarakat Indonesia yang selalu menginginkan perubahan masyarakat hari ini menuju masyarakat madani

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Puasa, Menahan Nafsu “Konsumsi”, Menekan Angka Inflasi

4 Juli 2014   21:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:28 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://assets.kompas.com/data/photo/2012/07/12/4803559p.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Keramaian seperti ini semakin memuncak di akhir Ramadhan (sumber: https://assets.kompas.com)"][/caption]

Bulan Ramadhan tahun ini yang bertepatan dengan tahun ajaran baru, kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), Tunjangan Hari Raya (THR), pencairan gaji ke-13 dan rapelan kenaikan gaji 2014 akan berpotensi memicu terjadinya inflasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, di setiap bulan Ramadhan dan hari lebaran, laju dan tingkat inflasi selalu mengalami kenaikan yang signifikan. Di tahun 2013 lalu, laju inflasi di bulan Ramadhan (Juli) mencapai 3,29 % dan tertinggi di tahun tersebut, tingginya inflasi bulan Juli 2013 tersebut juga dipengaruhi kenaikan BBM di bulan sebelumnya.Di tahun 2012, bulan Ramadhan (Agustus) laju inflasi menjadi penyumbang tertinggi tingkat inflasi di tahun tersebut yaitu 0,95 %. Faktor konsumsi masyarakat yang berlebih menjadi pemicu meningkatnya laju inflasi di bulan Ramadhan dan hari lebaran.

Kebutuhan primer sampai tersier masyarakat memang menjadi pemenuhan wajib di hari lebaran bagi kostruk budaya masyarakat kita. Di tambah lagi dengan konsumsi kebutuhan pokok yang meningkat selama puasa menjadikan laju inflasi di bulan tersebut menjadi liar tidak terkendali. Jika peran berbagai pihak yang berwenang, baik pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementrian Perdagangan, Kementrian Keuangan, Kementrian ESDM dan sebagainya serta Bank Indonesia (BI) selaku pengambil kebijakan moneter dan TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) tidak maksimal maka inflasi akan terus bergerak liar ke atas. Peran tersebut, di bulan Juni 2014 yang merupakan awal dari bulan Ramadhan masih dapat dijalankan dengan baik, fakta menunjukan laju inflasi di bulan Juni 2014 masih terkendali di angka 0,43 %.

Stabilitas inflasi di bulan Juni bukan berati akan menjadi aman di bulan Juli, beberapa faktor di atas tadi akan menjadi pemicu utama terjadinya inflasi yang cukup tinggi di bulan Juli ini. Peran berbagai pihak tadi secara intensif harus segera di maksimalkan. Menjaga stok barang kebutuhan pokok, sosialisasi kesiapan stok barang untuk menjaga ekspektasi masyarakat jelang lebaran, menambah beberapa komoditi yang kurang di daerah tertentu, memaksimalkan peran TPID, memperbanyak operasi pasar menjadi suatu keharusan yang wajib dikordinasikan dan diintensifkan oleg pihak-pihak yang berwenang tadi, baik pemerintah maupun BI.

Ramadhan Dan Konsumtivisme

Selain peran serta pemerintah dan BI, masyarakat sebagai salah satu bagian dari pelaku ekonomi (Rumah Tangga Konsumen/RTK) wajib berperan serta untuk mengendalikan laju inflasi ini. Peran serta yang dapat di ambil oleh masyarakat dalam hal ini adalah mengurangi nafsu untuk berkonsumsi, hal tersebut secara tidak langsung akan menekan konsumsi masyarakat yang menjadi faktor determinan terjadinya inflasi. Selama ini yang tidak di sadari masyarakat adalah makna dari Ramadhan dan hari lebaran atau Hari Raya Idul Fitri, berubah menjadi budaya konsumtivisme di tubuh masyarakat. Pergeseran makna inilah yang harus segera di ubah oleh masyarakat kita.

Ramadhan merupakan bulan dimana umat islam di wajibkan untuk berpuasa penuh selama satu bulan lamanya. Puasa merupakan bentuk penyempurnaan diri manusia sebagai insan kamil dengan cara menahan lapar, menahan nafsu, bersikap dermawan dan penuh kesabaran. Tetapi yang terjadi di masyarakat kebanyakan adalah puasa di maknai hanya menahan lapar dari sebelum terbit matahari sampai tenggelamnya matahari. Alhasil ketika waktu berbuka, kerap kali sajian masyarakat untuk berbuka puasa berlebihan Tentu secara tidak langsung hal tersebut memicu masyarakat untuk mengkonsumsi kebutuhan pokok juga berlebihan daripada bulan-bulan lainnya. Akhirnya yang terjadi konsumtivisme di masyarakat berkembang subur selama bulan Ramadhan.

Kondisi seperti ini semakin parah di akhir-akhir bulan Ramadhan atau menjelang lebaran Hari Raya Idul Fitri. THR yang diterima masyarakat pekerja serta kebutuhan primer hingga tersier yang menjadi kebutuhan utama masyarakat menjadi gejala konsumtivisme semakin menguat di lingkup masyarakat muslim yang menjadi mayoritas penduduk bangsa Indonesia. Hal tersebut semaikn menyiratkan bahwa kostruk budaya kita adalah konstruk budaya konsumtif. Hari lebaran Idul Fitri umat muslim sudah seharusnya menjadi kemenangan bersama tanpa mengumbar nafsu setelah di berpuasa penuh satu bulan lamanya, tetapi kenyataan yang terjadi kita masyarakat konsumtif ini malah merayakannya dengan mengumbar nafsu dengan cara hidup konsumtif di hari tersebut.

Oleh karena itu, di bulan Ramadhan kali ini mari kita beribadah sesuai dengan makna Ramadhan yang sebenarnya, bahwa Ramadhan merupakan bulan penuh ampunan dan rahmat, bulan dimana doa-doa terkabulkan, bulan dimana kita belajar bersabar, bulan dimana kita berbagi antar sesama dan bulan dimana kita mampu mengendalikan nafsu kita. Sifat konsumtif merupakan bentuk dari nafsu kita sebagai manusia, untuk itu menahan sifat konsumtif merupakan salah satu bentuk ibadah puasa, sekaligus membantu peran pemerintah dalam menekan liarnya laju inflasi di bulan Ramadhan ini.

Jember, 4 Juli 2014

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun