Hari buruh Internasional yang tepat diperingati setiap tanggal 1 Mei pada tahun 2014 ini terasa berbeda daripada tahun – tahun sebelumnya, peringatan hari buruh kali ini menjadi hari libur nasional sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.24 Tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional. Selain itu pada tanggal 1 Mei ini juga bertepatan dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sesuai dengan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No.9 tahun 2014 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara. Kenaikan TDL ini diperuntukan untuk golongan Industri yang akan mengalami penyesuaian sebanyak empat tahap, yaitu 1 Mei ini dan berturut – turut pada 1 Juli, 1 September serta 1 November 2014. Untuk golongan tarif I3 (>200 kVA) ditetapkan 8,6% per dua bulan sekali, untuk golongan tarif I4 (>3600 kVA) ditetapkan 13,3% per dua bulan sekali dan untuk keempat golongan lainnya (non subsidi) di luar golongan industri, diberlakukan tarif secara otomatis (adjustment) sehingga mengikuti fluktuasi yang ditentukan oleh kurs, inflasi dan harga minyak Indonesia.
Sebuah kontradiksi di tanggal 1 Mei 2014 ini, dimana tuntutan buruh/pekerja akan kesejahteraan, harapan akan iklim Investasi yang baik dalam menyambut Pasar Bebas ASEAN 2015 dan kenaikan TDL menjadi satu momen yang patut dikaji. Keinginan para buruh ini, tentu tidak terlepas dari yang namanya upah, hidup dan kondisi kerja yang layak dan belum menemukan titik temu yang solutif ketika dihadapkan dengan perusahaan (investor) yang tentunya membutuhkan efisiensi biaya produksi untuk menekan semakin tingginya biaya produksi disaat TDL naik. Belum lagi kebijakan pemerintah selama ini, yang belum mendukung iklim investasi dalam negeri dimana permasalahan infrastruktur hingga perizinan yang selalu dikeluhkan investor asing. Menjadi babak baru bagi Indonesia dan dunia industrinya dalam menghadapi hari libur nasional ini.
Menjadi rutinitas di setiap peringatan hari buruh, tuntutan untuk sejahtera menjadi tujuan utama para buruh untuk meningkatkan taraf hidup layak baginya. Kali ini yang menjadi prioritas dari para buruh adalah upah layak, hidup layak dan kerja layak. Ketiga hal tersebut di wujudkan menjadi 10 tuntutan buruh pada peringatan hari buruh kali ini. 10 tuntutan tersebut adalah kenaikan UMP 30% disemua daerah pada tahun 2015, revisi komponen KHL menjadi 84 item, penolakan penangguhan upah minimum oleh perusahaan, tuntutan BPJS ketenagakerjaan tentang jaminan pensiun, outsourcing, Jaminan kesehatan, pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga dan revisi UU perlindungan pekerja di luar negeri, pencabutan UU Ormas diganti dengan RUU Perkumpulan dan yang terakhir penyediaan trasportasi publik, perumahan dan pendidikan murah.
Dari 10 tuntutan tersebut, kenaikan upah minimum menjadi 30% tentu memberatkan pengusaha, karena dari sudut pembiayaan produksi perusahaan mengalami pembengkakan anggaran. Dari sisi lain, investor/pengusaha asing akan berfikir dua kali untuk berinventasi di Indonesia, di luar biaya tenaga kerja yang cukup mahal faktor – faktor lain yang menjadi penyebab keengganan investor untuk masuk kedalam negeri adalah infrastrktur yang buruk, kebijakan yang tidak stabil, birokrasi yang terlalu rumit, regulasi perpajakan yang sulit dan rumit, suku bunga yang tinggi dan isu – isu ketenagakerjaan seperti demonstrasi. Faktor – faktor inilah yang belum mampu ditangani oleh pemerintah yang akhirnya berimplikasi terhadap iklim investasi di Indonesia. Diketahui bersama bahwa iklim investasi merupakan multiplier effect dalam menciptakan nilai tambah ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan masyarakat dan menstimulus peningkatan konsumsi masyarakat.
Di saat iklim investasi yang semakin sehat, dapat dilihat dengan data yang dirilis oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan peningkatan realisasi investasi di kuartal I tahun 2014 yaitu 14,6% daripada tahun sebelumnya (2013) di kuartal yang sama. Ada ancaman dari sektor lain bagi para investor/pengusaha yaitu kenaikan TDL untuk industri yang di mulai per-tanggal 1 Mei 2014 ini. Kenaikan ini menjadi beban tersendiri dari sisi anggaran bagi perusahaan dalam pembiayaan produksinya. Kenaikan TDL ini tidak dapat dihindarkan, sesuai dengan UU APBN 2014 yang sudah disahkan serta Permen ESDM No.9 tahun 2014, yang nanti menjadi efek tersendiri bagi iklim investasi di Indonesia.
Tuntutan buruh, iklim investasi dan kenaikan TDL tentu menjadi benang kusut yang tidak terelakan di momentum hari buruh Internasional nanti. Kenaikan TDL untuk industri tentu berimplikasi negatif terhadap iklim investasi di Indonesia, yang menargetkan realisasi investasi sebesar 15% di tahun 2014 ini. Di sisi lain kenaikan TDL juga berimplikasi terhadap perusahaan – perusahaan yang akan mengefisiensikan anggaran produksinya dengan pemberlakuan PHK terhadap tenaga kerjanya dan garakan kaum buruh dalam isu kenaikan upah menjadi salah satu faktor problema iklim investasi yang akan terjadi. Dan tentunya benang kusut ini berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Menjadi penting bagi pemerintah, apalagi dalam proses masa transisi (Pilpres 2014) ini untuk mengurai benang kusut tersebut yang akan di mulai pada 1 Mei 2014 ini. Secara umum ada hal – hal yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah untuk mengurai segala carut marut yang terjadi, yaitu :
- membangun Hubungan Industrial yang tidak pilih kasih, artinya ada asas keadilan disini, kebijakan – kebijakan Hubungan industrial haruslah tidak merugikan kelompok tertentu, baik itu pengusaha maupun kaum buruh, bukan dilandasi kebijakan politis yang selama ini terjadi dan kerap kali merugikan kaum buruh.
- Penyediaan Transportasi publik murah, perumahan murah dan pendidikan dasar 12 tahun bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagai salah satu bagian penunjang kebutuhan kaum buruh. Upah yang tinggi dan sesuai dengan KHL bukanlah solusi tepat ketika tidak dibarengi dengan kebijakan tersebut.
- pembangunan infrastruktur yang layak untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dalam dunia perindustrian, faktor terbesar dalam problem iklim investasi di Indonesia adalah buruknya infrastruktur yang ada, untuk itu perlu segera dibenahi oleh pemerintah dan pengusaha.
- penerapan regulasi kebijakan insentif fiskal dan non fiskal, insentif fiskal disini lebih ditekankan pada PP No.52 tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal bidang usaha tertentu dan atau daerah tertentu. Pengurangan tarif pajak akan menstimulus investor datang ke dalam negeri. Insentif non-fiskal disini lebih ke arah birokrasi pelayanan industri, seperti perizinan. Seperti yang diketahui bersama untuk dapat berinventasi di dalam negeri perlu melalui 40 tahapan perizinan, tentu ini sudah tidak efektif dan efisien lagi.
- penerapan kebijakan insentif suku bunga, tingginya tingkat suku bunga tentu akan mempengaruhi perkembangan investasi di Indonesia, untuk itu perlu pemerintah menjaga kestabilan BI rate sebagai suku bunga acuan bagi penetapan suku bunga simpanan dan pinjaman. Kestabilan BI rate tersebut tentu akan memberi dampak penurunan trend suku bunga kredit investasi.
- kebijakan energi yang pro rakyat, kenaikan TDL yang tidak dapat dielakan lagi karena sesuai dengan UU yang telah disahkan menjadi permasalahan tersendiri. Untuk itu kebijakan – kebijakan lainnya yang bersumber energi haru dikaji ulang sebelum mengalami kenaikan kembali semisal BBM. Penyesuaian subsidi dan non subsidi pun yang menjadi prioritas bukan hanya institusi perusahaan/pemilik modal saja tetapi institusi rumah tangga juga patut diperhatikan.
Tentu beberapa hal diatas belum mampu mengurai benang kusut antara keinginan para buruh, keinginan investor/pengusaha dan kebijakan pemerintah. ada beberapa hal seperti kebijakan makro pemerintah terkait dengan pendapatan perkapita, pertumbuhan penduduk kelas menengah, tingkat inflasi dan lain sebagainya yang juga turut serta menjadi pengurai benang kusut ini. Artinya peran serta seluruh pihak terkait tidak terkontaminasi oleh kepentingan – kepentingan politis yang selama ini terjadi. Di momentum hari buruh Internasional ini tidaklah cukup kebijakan pemerintah menjadikan 1 Mei menjadi hari libur nasional, tetapi kebijakan – kebijakan di atas tadi juga harus menjadi prioritas pemerintah dalam mengurai benang kusut ini. Apalagi di tahun 2015 kita dihadapkan dengan Pasar Bebas ASEAN yang tentunya harus dipersiapkan adalah daya saing kita dari seluruh bidang. Selamat Hari Buruh Internasional.
Jember, 30 April 2014
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H