Ada yang baru di kalender Mei 2014, tanggal merah baru yang merupakan tanda sebagai hari libur nasional, yaitu tanggal 1 Mei 2014 dan akan menjadi hari libur nasional di tahun – tahun berikutnya. Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.24 Tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional, maka tanggal 1 Mei menjadi hari libur nasional untuk memperingati Hari Buruh Internasional. Penetapan hari buruh menjadi hari libur nasional ini sama halnya dengan negara – negara lain yang terlebih dahulu menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Peringatan hari buruh ini di latar belakangi bahwa harus ada 1 hari yang bisa digunakan untuk kaum buruh secara bersama – sama menyuarakan hak – haknya dalam permasalahan di lingkup kaum buruh demi kesejahteraannya.
Hari buruh Internasional atau yang biasa disebut dengan May Day ini berangkat dari berkembangan Kapitalisme industri di awal abad 19, dimana negara – negara Eropa Barat dan Amerika Serikat memberlakukan pengetatan disiplin kerja dan pengintensifan jam kerja. Di era itu pekerja mendapat porsi 19 – 20 jam kerja setiap harinya, selain itu upah kerja yang minim serta kondisi kerja di pabrik – pabrik yang tidak layak dan tidak manusiawi juga menjadi faktor bagi pekerja untuk menuntut perubahan. Dari sinilah muncul sosok Petter Mc Guire dan Matthew Maguire seorang pekerja dari New Jersey di tahun 1872 melakukan mobilisasi massa untuk menuntut pengurangan jam kerja, lebih dari 100.000 pekerja melakukan mogok kerja pada waktu itu. Di New York pada tanggal 5 september 1888 parade buruh pertama dilaksanakan, Mc Guire dan Maguire kembali memobilisasi massa para pekerja untuk mengikuti parade ini, sebanyak 20.000 pekerja mengikuti parade ini dengan tuntutan 8 jam kerja, 8 jam istirahat dan 8 jam rekreasi. Dan di tahun – tahun berikutnya ide dan gagasan para pekerja ini di ikuti oleh negara – negara bagian lainnya. Pada tahun 1886 Kongres Internasional para pekerja pertama diadakan di Jenewa Swiss, organisasi pekerja di seluruh belahan dunia menghadiri kongres ini yang menghasilkan keputusan untuk mereduksi jam kerja menjadi 8 jam kerja yang di mulai pada tanggal 1 Mei dan menentukan sebagai hari perjuangan kelas pekerja di dunia oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions. Hasil keputusan tersebut menjadi awal dari demonstrasi besar – besaran pekerja di Amerika Serikat pada tanggal Mei, sebanyak 400.000 pekerja turun ke jalan menuntut pengurangan jam kerja tersebut yang mendapat perlawanan keras dari pemerintah, ratusan pekerja meninggal dan ribuan orang luka – luka di peristiwa yang disebut dengan kerusuhan Haymarket ini. Dari peristiwa inilah pada tahun 1889 Kongres sosialis dunia yang diadakan di Paris, Perancis menetapkan 1 Mei sebagai hari buruh se-Dunia atau May Day.
Buruh di Indonesia
Perkembangan perjuangan buruh di Indonesia di mulai pada tahun 1920 ketika komunis masih eksis pada waktu itu, tetapi pasca peristiwa G30S dan era Orde Baru, 1 Mei tidak lagi di peringati di Indonesia, gerakan buruh pada waktu itu dianggap gerakan subversive yang disangkut pautkan dengan gerakan komunis. Buruh dapat kembali memperingati 1 Mei ketika Orde Baru runtuh oleh Reformasi, meskipun tidak dijadikan sebagai hari libur nasional.
Jelang hari buruh Internasional 1 Mei nanti, yang juga merupakan awal dari hari buruh pertama menjadi hari libur nasional di era reformasi ini, dipastikan akan menjadi momentum spesial tersendiri bagi kaum buruh di Indonesia. Kaum buruh yang selama ini dari sudut pandang kesejahteraannya masih jauh dari harapan akan menjadikan momentum hari libur nasional nanti untuk kembali turun ke jalan menuntut berbagai macam hak yang selama ini termarginalisasi oleh kaum elite (Pengusaha). Permasalahan yang kerap kali muncul dalam dinamika hubungan industrial selama ini adalah kesejahteraan, jaminan sosial dan perlindungan tenaga kerja. Seperti halnya dengan awal kali muncul perjuangan buruh ini, permasalahan buruh yang terjadi tidak lepas dari kepentingan ekonomi-politik negeri. Dalam kepentingan ekonomi, permasalahan ini tidak terlepas dari dua kebutuhan pelaku industrial yang tidak pernah menemukan titik temunya, institusi rumah tangga atau sebagai penyedia tenaga kerja tentu membutuhkan pendapatan yang layak bagi mereka untuk memenuhi kesejahteraannya, di sisi lain pengusaha juga membutuhkan laba yang optimal sehingga harus menekan biaya produksi untuk mengefektifkan capital (modal). Dalam konteks politik, pemilik modal atau korporasi asing sering kali memainkan peran dalam dinamika perpolitikan Indonesia untuk mampu “mengatur” pemerintah dalam mengambil kebijakannya terkait dengan hubungan industrial, tentunya kebijakan yang menguntungkan pemilik modal tersebut, sehingga yang terjadi selama ini nasib buruh yang dikorbankan. Dari sinilah keberpihakan kebijakan menjadi permasalahan tersendiri bagi kaum buruh, outsourcing yang hadir dengan belenggunya, upah minimum yang belum sesuai dengan standart kebutuhan hidup layak, jaminan ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan yang terbilang minim serta jaminan perlindungan tenaga kerja baik di dalam hingga luar negeri (buruh migran) yang sangat lemah. Ditambah lagi ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan layanan murah bagi masyarakat dan konsistensinya dalam menjaga tingkat inflasi, yang semua itu akhirnya bermuara terhadap nasib buruh yang jauh dari namanya kesejahteraan. Untuk itu tidak salah kiranya, hari libur nasional baru nati di tanggal 1 Mei dijadikan momentum kembali kaum buruh untuk memperjuangkan nasibnya yang seharusnya di lindungi oleh negara.
Keputusan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadikan hari buruh internasional menjadi hari libur nasional tidaklah cukup untuk memenuhi “rasa haus” kaum buruh, subtansi yang didapat dalam keputusan tersebut tentu belum mampu merubah nasib kaum buruh, hanya sekedar bentuk penghormatan terhadap perjuangan kaum buruh. Subtansi sebenarnya, bagaimana merubah nasib kaum buruh belum tersentuh sama sekali. Kebijakan – kebijakan yang pro buruh harus menjadi prioritas, karena itu bagian dari kewajiban negara dalam memberikan kesejahteraan terhadap warganya. Tuntutan buruh selama ini terkait dengan upah minimum, BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, outsourcing, RUU Pekerja Rumah Tangga, RUU Perlindungan Tenaga Kerja wajib menjadi perhatian serius pemerintah. Menjadi perhatian serius dalam hal ini bukan hanya keberpihakan terhadap buruh atau pemilik modal, tetapi bagaimana menciptakan hubungan industrial sebagaimana mestinya. Hubungan industrial yang memenuhi harapan nasib buruh dan hubungan industrial yang tetap menciptakan iklim investasi di Indonesia.
Jember, 26 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H