[caption id="" align="aligncenter" width="511" caption="Garuda Pancasila (sumber : www.wikipedia.org)"][/caption]
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. (Pidato Bung Karno, 1 Juni 1945)
Hari ini 69 tahun yang lalu Bung Karno berpidato dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pidato oleh Bung Karno ini merupakan tonggak awal gagasan lahirnya Pancasila. Badan ini dibentuk oleh oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945. Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ada sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. (sumber : Wikipedia).
Hingga hari ini sejak ide dan gagasan Pancasila dirumuskan dan dijadikan dasar ideologi bagi negara Indonesia, Pancasila tetap kokoh menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara. Seiring berjalannya waktu, kenyataan yang terjadi Pancasila hanya sebagai landasan dan pedoman “mati” bagi élan hidup berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia. Implementasi dari penjabaran Pancasila lewat sila maupun butir – butirnya hanya sebagai Nilai yang tidak hidup dalam kehidupan rakyat Indonesia dalam sehari – harinya. Fakta membuktikan, sampai hari ini nilai ketuhanan harus tercerabutkan oleh intoleransi antar umat beragama, nilai kemanusiaan terbentur dengan kasus – kasus kekerasan yang tidak manusiawi, nilai persatuan terpecah dengan individualisme dan apatisme yang tumbuh subur di tengah masyarakat, nilai kerakyatan harus kalah dengan nilai – nilai kepentingan kelompok tertentu dan nilai keadilan harus tumbang oleh supremasi hukum yang mandul.
Tidak ada salahnya jika di hari lahirnya Pancasila kali ini kembali kita merenung dan merefleksikan diri akan hadirnya Pancasila di tengah – tengah kita. Apalagi di tahun politik ini dan menjelang pemilihan presiden 2014 (Pilpres 2014). Pancasila seakan tidak ada artinya dimata masyarakat dan elite politik yang tengah bertempur untuk satu hasrat dan nafsu sendiri akan sebuah kekuasaan. Boleh mereka berdalih ini untuk rakyat, ini demi rakyat dan ini sebuah pengabdian kepada bangsa dan negara, tetapi realitas tetap berbicara, jika dibalik ini semua juga tersimpan ambisi menjadi penguasa.
Sebelum terlalu jauh berbicara Pancasila yang belum mampu terimplementasikan secara umum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada baiknya para elite politik dan pemangku kepentingan menuju Istana menjadi contoh dalam hal melahirkan kembali Pancasila dalam pangkuan ibu pertiwi. Karena realitas yang terjadi hari ini dalam proses menuju Pilpres 2014 Pancasila di nodai oleh mereka hanya untuk mencapai tujuan kekuasaan tersebut.
Hari ini yang terjadi masyarakat terdikotomi oleh dukung mendukun Capres – Cawapres. Dalam konteks demokrasi hal tersebut merupakan hal yang wajar terjadi, tetapi ketika dukung mendukung tersebut berubah menjadi sebuah Fanatisme dan keluar dari norma – norma dan aturan yang berlaku proses tersebut menjadi sebuah kontradiksi dari Pancasila. Bagaimana saat ini kita lihat intoleransi beragama harus dicederai oleh pemakaian simbol – simbol agama dalam propaganda penggiringan opini publik. Tuduhan – tuduhan lewat black campaign dengan melibatkan agama menjadikan bangsa kita bangsa yang jauh dari yang namanya pluralism.
Rasa persatuan dan kesatuan bangsa hari ini pun harus dikesampingkan, seakan bangsa ini terbelah menjadi tiga, kubu Jokowi, kubu Prabowo dan kubu masyarakat yang apatis. Tentu ini hanya dalam proses saat ini saja, proses menuju Pilpres. Jangan sampai saat Pilpres nanti benar – benar terbelah dengan tidak mengakui atau legowo bagi kubu yang kalah. Jika itu terjadi, Pancasila memang benar – benar hanya sebuah nilai yang “mati”.
Kembali kita harus sadar, bahwa dalam proses demokrasi hal yang perlu di junjung tinggi adalah nilai – nilai dari Pancasila. Bersamaan dengan hari lahirnya Pancasila mari kita menyadarkan diri bahwa proses Pilpres kali ini hanya bagian dari demokrasi, dan apapun hasil proses demokrasi tersebut kita wajib menjunjung tingginya. Jangan nodai Pancasila dengan nafsu dan ambisi untuk menguasai negeri. Jember, 1 Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H