Uji coba kedua Tim Nasional (Timnas) U-19 melawan Myanmar U-19 di stadion Gelora Bung Karno (GBK) tadi malam berakhir dengan kekalahan 1 – 2. sebelumnya di uji coba pertama melawan tim yang sama hari Senin (5/5/2014) Garuda Muda dipaksa bermain imbang 1 – 1. Uji coba di rumah sendiri ini pun seakan menjadi “anti klimaks” Timnas U-19 dalam serangkaian uji coba yang telah dilaksanakan. Kekalahan ini akan menjadi pembelajaran bagi seluruh punggawa Timnas U-19, termasuk menjadi PR besar bagi Indra Sjafrie dan jajaran tim pelatih lainnya. Yang menjadi menarik dari kekalahan tadi malam adalah senyum Indra Sjafrie setelah peluit panjang di bunyikan dan ketika memberi selamat kepada official Tim Myanmar U-19 seusai pertandingan. Seakan Indra Sjafrie menyampaikan pesan kepada semuanya “hari ini kita dapat pembelajaran yang luar biasa”.
Pembelajaran yang sangat luar biasa memang di dapat Timnas U-19 di dua pertandingan uji coba kemarin. Pelajaran yang tidak di dapat dari pertandingan – pertandingan superioritas sebelumnya, mulai dari saat menjuarai Piala AFF 2013 di Sidoarjo, Pra Piala Asia di Jakarta hingga serangkaian tur uji coba di tanah air dan timur tengah. Pembelajaran tentang mental, sisi teknis hingga aturan permainan. Seperti diketahui bersama sejak menjadi juara Piala AFF lalu Timnas U-19 seakan menjadi selebritis baru di lapangan hijau se-Asia. Bagaimana pasukan Indra Sjafrie ini mampu membungkam tim kuat Korsel 3-2 di Pra Piala Asia Myanmar yang dilangsungkan di Jakarta Oktober 2013 kemarin. Dan mampu menumbangkan tuan rumah Uni Emirat Arab 4-1 dan 2-1 di serangkaian uji coba timur tengah. Praktis di laga internasional timnas U-19 hanya kalah dari Vietnam U-19 1-2 di babak penyisihan grup B Piala AFF 2013 kemarin dan laga friendly match pertama lawan oman (2-1) yang dibalas di pertandingan kedua dengan skor sama.
Dari serangkaian kemenangan dan sedikit kekalahan inilah patut menjadi koreksi tersendiri bagi timnas dari sisi mental para pemainnya. Memang hasil positif yang di dapat punggawa garuda muda ini tidak membuat mereka jumawa, didikan Indra Sjafrie ini dituntut untuk sederhana dalam menyikapi tiap kemenangan. Tetapi ada ekspektasi berlebihan dari masyarakat Indonesia yang di bebankan kepada punggawa garuda muda ini, secara psikologis inilah yang menyebabkan metal dari pemain menjadi labil. Itu terlihat ketika garuda muda harus bermain “terbebani” di uji coba pertama lawan Myanmar U-19. Beban mental tersebut sampai berujung denga permainan kasar pemain, artinya mempengaruhi emosi pemain.
Dari sisi teknis, banyak hal yang harus di dibenahi kembali. Permainan satu-duadari kaki ke kaki yang selama ini di pertontonkan tim asuhan Indra Sjafrie ini menjadi lenyap ketika di hadapkan dengan pressure ketat di tengah lapangan oleh tim Myanmar. Strategi bola – bola panjang yang kerap kali di lakukan ketika lini tengah mati seakan menjadi solusi paling baik. Tetapi strategi ini di hadapkan dengan mandulnya penyelesaian akhir para penyerang garuda muda. Di sisi lain ketergantungan kepada Evan Dimas sebagai penyuplai bola kepada dua pemain sayap (Ilham Udin Armyn dan Maldini Pali) menjadi kelemahan tersendiri ketika Evan harus di jaga ketat sejak menit – menit awal. Suplai bola yang tidak lancar berakibat sektor sayap tidak bisa melakukan penetrasi ke jantung pertahanan lawan seperti yang menjadi ciri khas selama ini.
Di luar kedua hal di atas, patut menjadi perhatian adalah sisi non teknis lainnya yaitu pemahaman pemain akan aturan di lapangan bola. Ada dua kejadian di pertandingan tadi malam yang dapat dipetik untuk dijadikan pembelajaran bagi pemain di sisi aturan. Pertama kartu merah yang di dapat Ichsan Kurniawan yang seharusnya tidak terjadi. Meskipun tidak begitu mempengaruhi permainan tim tetapi hal ini patut dibenahi. Kartu merah yang di dapat Ichsan di berikan wasit Thoriq Alkatir karena Ichsan melakukan 2 hal sepele, yaitu melepas dekker (pelindung kaki tulang kering) di tengah lapangan dan memperlambat jalannya pertandingan saat akan dig anti oleh Zulfiandi. Sebelum pemain resmi keluar lapangan, terhitung masih menjadi pemain di dalam lapangan. Akhirnya pergantian tersebut tidak bisa di jalankankarena Ichsan terlanjur di kartu merah dulu. Kedua saat Ryuji Utomo membutuhkan perawatan tim kesehatan, sudah seharusnya Ryuji setelah mendapat perawatan keluar lapangan terlebih dahulu dan menunggu izin dari wasit untuk dapat masuk kembali. Bukannya langsung masuk lapangan ketika selesai mendapat perawatan seperti yang terlihat tadi malam.
Dan Indra Sjafrie pun tersenyum tadi malam, meskipun anak asuhannya harus mengakui keunggulan Tim Myanmar U-19. Dari sinilah Timnas U-19 masih jauh dari baik, perlu banyak pembenahan di segala lini. Rangkaian superioritas selama ini hanya menutupi kelemahan – kelemahan yang di miliki oleh Evan Dimas dan kawan – kawan. Tetapi kekalahan tadi malam membuka mata kita semua, bahwa ekspektasi berlebihan pun tidak baik bagi Timnas U-19, sewajarnya saja agar kekecewaan terlalu tidak terjadi baik bagi timnas U-19 maupun masyarakat. Inilah sepak bola, apapun bisa terjadi di lapangan hijau. Bulan Oktober, kita balas nanti di Myanmar dan lolos menuju Piala Dunia U-20 New Zealand. Semoga.
Jember, 8 Mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H