Mohon tunggu...
Akhmad Sugiyono
Akhmad Sugiyono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Manusia Biasa, bagian terkecil dari masyarakat Indonesia yang selalu menginginkan perubahan masyarakat hari ini menuju masyarakat madani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gang Dolly Belum Mati

21 Juni 2014   21:23 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Suasan Gang Dolly sebelum penutupan (sumber: http://nationalgeographic.co.id)"][/caption]

Keputusan fenomenal Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara Gang Dolly tidak cukup sampai disini. Pasca penutupan lokalisasi yang berada di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya ini perlu ada peran serta sinergi pemerintah daerah setempat asal Pekerja Seks Komersial (PSK) Dolly berada. Sinergitas Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya, Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya dengan Pemerintahan Kabupaten/Kota serta Dinas Sosial daerah lainnya perlu intensif terjadi untuk menanggulangi eks PSK Dolly beroperasi lagi di daerah asalnya ataupun daerah barunya.

Berbicara PSK yang memperdagangkan nafsu syahwat belaka memang tidak ada tuntasnya. PSK ibarat jamur di musim hujan, ketika diberantas akan segera tumbuh kembali dengan cepat, bahkan mewabah di sekelilingnya. Begitupun dengan penutupan lokalisasi legendaris Gang Dolly. Penutupan lokalisasi ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi eksodus yang menyebar ke seluruh daerah Jawa Timur, bahkan keseluruh daerah di Indonesia yang berpotensi dijadikan lahan bisnis esek-esek ini. Modus bisnis ini bisa saja semakin tersembunyi dan sulit dikendalikan dengan rupa berbeda, seperti panti pijat, purel karaoke dan lain sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan peran serta yang sinergis antara Dinsos dan Pemkot Surabaya dengan daerah tujuan eks PSK Dolly untuk mengantisipasinya.

Potensi hidupnya kembali eks PSK Dolly di daerah-daerah tujuan eksodus, bukan tanpa alasan. Ini di di dasari oleh latar belakang PSK itu sendiribekerja sebagai Wanita Tuna Susila (WTS). Latar belakang PSK tersebut mau bekerja di bisnis haram ini bisa menjadi penyebab mereka tidak jera dan kembali membuka pratik di daerah barunya. Beberapa latar belakang tersebut adalah :

  • Latar Belakang Ekonomi, kebutuhan akan sandang, pangan dan papan sebagai akibat kemiskinan yang memaksa para wanita ini mau bekerja sebagai PSK di Gang Dolly. Permasalahan ekonomi keluarga menyebabkan mereka memakai cara instant dengan terjun ke bisnis yang dengan mudah dan cepat untuk mendapatkan uang. Terjun sebagai PSK di latar belakangi masalah ekonomi ini kadang kala mendapat dukungan dari keluarga, atau suami. Malah ada suaminya yang dengan tega menjual istrinya untuk menjadi PSK di Gang Dolly. Meskipun banyak juga yang dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga atau sembunyi-sembunyi. Atas dasar inilah kemungkinan eks PSK Dolly untuk kembali beroperasi kecil, kompensasi Rp. 5.050.000,- cukup bagi mereka sudah cukup untuk memulai hidup baru. Tetapi tidak jika itu mendapat dukungan atau di jual suami, bisa saja di tempat lain sang suami memaksa kembali sang isteri untuk menekuni bisnis esek-esek tersebut.
  • Latar Belakang Profesi, bagi sebagian PSK Dolly bekerja sebagai WTS merupakan profesi tersendiri. Menjadi PSK bukan karena keterpaksaan ekonomi, tetapi karena kebutuhan tersier mereka yang tidak tercukupi. Kebiasaan hidup mewah menjadi penyebab mereka mencari uang dengan cara instant yaitu menjadi PSK di Gang Dolly. Jumlah PSK seperti ini tidak sedikit di Gang Dolly, mereka diperkenalkan bisnis seperti ini bisa dari teman yang sebelumnya sudah menekuninya atau memang karena niatan awalnya mau bekerja di sana. Atas dasar inilah kemungkinan mereka kembali berprofesi yang sama menjadi PSK di daerah lain cukup besar. Karena menjadi PSK dianggap profesi yang mudah dan menguntungkan tidak menutup kemungkinan mereka akan mencari lahan baru lagi sebagai tempat profesi mereka.
  • Latar Belakang Keterpaksaan, tidak sedikit pula para penghuni Gang Dolly dulunya merupakan wanita yang enggan bekerja seperti ini. Bujuk rayu para mucikari atau penjual WTS menjadi penyebab mereka masuk lembah hitam. Biasanya wanita-wanita desa yang berpendidikan rendah yang menjadi sasaran bujuk rayu hingga mereka dengan terpaksa berada di lembah hitam ini. Ancaman dan cengkraman hutang menjadi alat para mucikari untuk menahan mereka di Gang Dolly. Atas dasar ini, kemungkinan para PSK untuk kembali sangatlah kecil, karena secara tidak langsung penutupan Gang dolly merupakan kebebasan bagi mereka untuk kembali secara terhormat di tengah-tengah masyarakat.
  • Latar Belakang Kelainan Seksual, jumlahnya kemungkinan sedikit, menjadi PSK bagi mereka bukan karena keterpaksaan atau ekonomi, hampir sama dengan profesi, tetapi kerap kali ini leih di dasari kelainan seksual yang berlebihan. Untuk memuaskan hasrat seksualnya para PSK ini sekalian mencari keuntungan dari dunia hitam, sekali mendayung dua pulau terlampaui, mungkin itu yang ada di benak mereka. Dan kemungkinan besar proses transaksinya lebih terselubung dan pilih-pilih. Atas dasar ini, mereka sebenarnya akan selalu hidup kembali, atau malah tidak terdaftar di data Dinas Sosial, karena kinerjanya yang terselubung. Dan menjadi pasti mereka tidak perlu eksodus, tetapi tetap menjalankan bisnis lendirnya di Surabaya yang merupakan kota metropolitan dan berpotensi lebih besar untuk mendapat pelanggan.

1449 mucikari dan PSK Dolly merupakan jumlah yang tidak sedikit, ketika mereka terusir dari lahannya hari ini, tidak menutup kemungkinan mereka akan membangun lahan baru di tempat yang baru. Ini menjadi PR baru bagi seluruh pihak terutama Pemkab/Pemkot di daerah-daerah tujuanatau asal eks PSK Gang Dolly. Apalagi ada 218 PSK yang terinveksi HIV. Menjadi ancaman tersendiri bagi daerah-daerah hunian baru bagi PSK ini. Sinergitas intensif menjadi penting dilakukan untuk menekan tumbuh suburnya bisnis prostitusi di daerah-daerah. Untuk itu para kepala daerah, harus menjadi seperti Bu Risma yang dengan berani berkata Tidak untuk perzinahan di kotanya. Jangan karena ada back up dari kuasa lain, baik dari pengusaha maupun aparat di belakang bisnis lendir ini yang menjadikan nyali dari pemimpin daerah mengendur untuk berkata Tidak. Dan akhirnya “Gang Dolly” belum mati.

Jember, 21 Juni 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun