[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Petani tembakau salah satu korban dari perang bisnis nikotin (sumber:https://assets.kompas.com)"][/caption]
Terhitung sejak hari ini 31 Mei 2014, 4900 karyawan PT. HM Sampoerna tidak mempunyai pekerjaan lagi. Bertepatan dengan Hari Bebas Tembakau, karyawan perusahaan tersebut di daerah Jember dan Lumajang harus mendapat kenyataan pahit bahwa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi harga mati. PHK terjadi dikarenakan perusahaan merugi untuk produksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT). Permintaan yang berkurang sebagai akibat dari kampanye anti rokok dan berubahnya pola perokok dari rokok kretek buatan tangan menjadi buatan mesin memaksa pabrik di kedua daerah tersebut tutup dan mem-PHK karyawannya. Dampak besar terjadi, selain 4900 karyawan harus menjadi pengganguran kembali, perekonomian yang mulai tumbuh disekitar sana juga terancam dengan peristiwa ini dan pasti pemiskinan petani tembakau terjadi kembali.
Hari ini merupakan hari bebas tembakau, gerakan yang menyerukan untuk berhenti merokok karena bahaya bagi kesehatan. Momentum hari ini adalah peringatan akan bahaya rokok yang telah menyebabkan 5,4 juta jiwa mati tiap tahunnya gara – gara rokok (data WHO). Gerakan yang mendapat dukungan dari hampir seluruh elemen, baik dari pemerintah, organisasi kemasyarakatan hingga aktivis kesehatan. Gerakan yang secara tidak langsung mendukung adanya pengangguran, pemiskinan petani tembakau dan segala halnya yang berkaitan dengan narasi kapitalis global.
Skeptis terhadap kampanye anti rokok? Sudah pasti, terhadap segala hal yang berkaitan dengan aktivitas global dan berdampak langsung terhadap rakyat kecil kita wajib skeptis. Terlepas dari kasus di atas, dibalik kampanye Hari Bebas Tembakau dan segala alat – alat kampanye anti rokok lainnya ada sebuah narasi kapitalis global yang menjadikan bangsa kita sebagai salah satu objek ekonomis bagi mereka. Di balik kampanye anti rokok sebenarnya ada persaingan besar antar korporasi asing perusahaan farmasi melawan perusahaan tembakau (rokok).
Di ketahui bersama bahwa regulasi yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) dalam Framework Convention Tobbaco Control (FCTC) yang merupakan ratifikasi internasional untuk membatasi produksi, konsumsi dan peredaran rokok merupakan bagian dari konspirasi antara perusahaan – perusahaan farmasi melawan perusahaan rokok di Amerika Serikat. Perusahaan – perusahaan farmasi dunia seperti Johnson & Johnson, Pharmacia & Upjohn dan Novartis merupakan mitra kerja WHO dalam hal pendanaan dalam kampanye anti rokok.
Ada udang dibalik batu, penggelontoran dana besar – besaran terhadap kampanye anti rokok atau tembakau ini sebagai upaya merebut pasar nikotin yang saat ini masih dipegang oleh perusahaan – perusahaan tembakau. Menurut Wanda Hamilton penulis buku “Nicotene War” ada konspirasi perusahaan farmasi untuk merebut pasar nikotin dengan obat – obatan pengganti tembakau/ rokok atau Nicotine Replacement Theraphy (NRT) seperti koyok nikotin, obat hirup nikotin, zyban, koyok transdermal, permen karet nicoretee dan sebagainya yang juga mengandung nikotin di dalamnya. Dalam dunia medis nikotin sebenarnya bermanfaat karena ada kandungan protein yang tinggi, tetapi permasalahan nikotin yang tidak bisa di patenkan kecuali senyawa pengantar atau produk mengandung nikotin yang bisa di patenkan, disini letak pertarungan bisnisnya.
Di Indonesia sebagai negara dunia ketiga merupakan pasar paling besar bagi konspirasi global ini.Tidak salah jika kepentingan – kepentingan asing turut campur dalam hal regulasi nasional. Melalui kampanye anti rokok yang dilakukan oleh pihak – pihak tertentu baik aktivis, organisasi maupun lembaga – lembaga sejenisnya (anti rokok) mampu mendikte pemerintah. Pendiktean ini bisa melalui Undang – undang, peraturan pemeritah tentang tembakau, Perda dan peraturan lainnya yang berdampak terhadap segala halnya, seperti cukai rokok yang tinggi, pelarangan rokok, promosi rokok dan sebagainya. Di balik semua itu, ada aliran dana besar (250 Juta Dollar AS sejak 2007) untuk kampanye anti rokok dari pihak asing yaitu Michael Bloomberg melalui program Bloomberg Initiative to Reduce Tobacco Use.
Di sisi lain, industri rokok semakin terjepit ruang geraknya. Menanggapi semakin besarnya gerakan anti rokok memaksa industri rokok mengeluarkan kebijakan baru untuk menghadapi hal tersebut. Industri rokok menerapkan strategi mengeluarkan produk baru dengan kampanye rokok rendah nikotin, produk – produk baru rokok jenis mild ini semakin besar pangsa pasarnya sebagai bagian dari perlawanan kampanye anti rokok. Otomatis dengan semakin besar pangsa pasar produk ini yang notabene merupakan produk mesin memaksa produk rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) tersingkirkan. Artinya yang di korbankan disini adalah tenaga kerja yang harus diganti dengan mesin (industri padat karya diganti padat modal). Selain tenaga kerja yang menjadi korban, petani tembakau dan pihak – pihak terkait sudah tentu ikut menjadi korban. Ada pemiskinan petani tembakau dalam hal ini, dan secara umum ada kepentingan pasar yang merugikan rakyat kecil dalam konspirasi global ini.
Sebuah kontradiksi di tengah hari bebas tembakau sedunia hari ini. Campur tangan pihak asing, adanya konspirasi global dan narasi kapitalis dalam kampanye anti rokok ini tentunya menjadikan bangsa kita Indonesia menjadi objek mereka. Disadari atau tidak kedaulatan kita dalam hal ekonomi, sosial dan politik terganggu oleh konspirasi ini. Rokok dengan segala zat aditifnya memang merugikan bagi kesehatan, tetapi tidak fair ketika kampanye anti rokok dengan aliran dana dan dukungan/ regulasi pemerintah yang dipolitisi pihak asing harus berlebihan dan merugikan bangsa sendiri. Padahal masih banyak sumber – sumber mematikan lainnya (tetapi bukan objek bisnis potensial) yang turut serta sebagai penyumbang kematian di negeri ini, seperti produk makanan instant, bahan – bahan makanan murah dan polusi udara berlebihan. Bukan bermaksud membenarkan adanya rokok, bisnis tembakau dan faktor lain yang mengikutinya merupakan potensi besar bagi perekonomian Indonesia. Potensi besar tersebut berasal dari cukai rokok, ekspor tembakau hingga penyerapan tenaga kerja. Apakah demi kepentingan korporasi asing, rakyat yang harus di korbankan? Sekali lagi, ada narasi besar di balik kampanye anti rokok.
Jember, 31 Mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H