Sebuah pepatah “Beli Kucing Dalam Karung” sangat tepat untuk menggambarkan kondisi demokrasi dalam negeri saat ini. Pepatah yang memberi pesan untuk teliti dulu sebelum membeli atau dalam konteks ini kita di wajibkan berhati – hati dalam mengambil keputusan sebelum menentukan pilihan nantinya, agar kita tidak menyesal jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan nantinya. Tepat dalam penggambaran pepatah “Beli Kucing Dalam Karung” terhadap demokrasi, dalam artian Pilpres 2014 kali ini, yang mengusung dua pasangan Capres – Cawapres untuk bersaing menuju istana belum menemukan bentuk keterbukaan maupun kejujuran di dua pasangan ini yaitu Prabowo – Hatta Rajasa dan Jokowi – Jusuf Kalla.
Seiring dengan beberapa tuduhan dalam kampanye negatif yang sering terjadi. Membuat masyarakat semakin gelap dalam memandang kedua pasangan ini, baik Prabowo – Hatta maupun Jokowi – JK. Masyarakat di buat bingung dengan opini – opini yang tidak jelas rimbanya, meskipun opini tersebut di dukung oleh sumber – sumber yang saling memperkuat satu sama lain. Ajakan kampanye positif, kampanye damai dan berintegritas tidak membuat para pendukung fanatik ataupun tim sukses masing – masing Capres – Cawapres ini berhenti dalam memberikan kampanye – kampanye negatif. Dampak yang terjadi adalah masyarakat awam menjadi kebingungan dengan opini yang berkembang hari ini. Ujungnya mereka siap menjadi manusia yang apatis terhadap proses demokrasi ini, dan golput adalah pilihannya.
Kenyataan di atas semakin di dukung dengan “ketidakjujuran” dan “ketidakterbukaan” kedua pasangan ini, baik Prabowo – Hatta maupun Jokowi – JK. Hal tersebut semakin terlihat di Debat Capres kemarin. Selain para pendukung sama – sama merasa menang dalam debat tersebut, realitas yang terjadi, tidak ada hasil positif dari debat Capres tersebut. banyak kontradiksi – kontradiksi yang terjadi di dalam debat Capres tersebut yang dilakukan oleh kedua pasangan Capres ini. Lumrah memang terjadi dalam menarik simpati masyarakat dengan memberikan janji – janji kepada khalayak ramai, tetapi ketika janji – janji tersebut memberikan harapan besar dan itu bersifat utopis, malah akan menjatuhkan asa masyarakat dikemudian hari.
Di sisi lain, dari pihak penyelenggara dan lingkaran di dalamnya, baik itu KPU, Bawaslu, Pemantau Pemilu tidak memberikan pendidikan politik dalam porsi lebih untuk mengcounter kampanye – kampanye negatif yang berkembang hari ini. Perlu dan menjadi suatu kebutuhan pendidikan politik saat ini kepada masyarakat untuk bisa berpikiran lebih jernih lagi dalam memandang konstelasi politik yang terjadi. Dan pada akhirnya, masyarakat yang akan menjadi pemilih dapat memberikan hak suaranya dengan lebih objektif lagi, tidak terpengaruh signifikan dengan opini sesat yang berkembang belakangan ini.
Tidak salah jika kemudian dalam Pilpres 2014 kali ini masyarakat dihadapkan dengan pepatah “Bagai Membeli Kucing Dalam Karung”. Masyarakat masih buta dalam hal kebenaran di dalamnya yang dimiliki oleh pasangan Capres – Cawapres ini. Masyarakat hanya diberi suguhan kebohongan – kebohongan yang membodohi oleh mereka – mereka yang merasa sok pintar, sok tahu dan merasa paling benar dalam proses Pilpres hari ini. Padahal sejatinya sama semua, dalam konteks hari ini, tidak ada kepentingan yang berbau busuk di dalamnya, tetapi pintar – pintar mereka sajalah dalam membungkusnya seakan menjadi indah dan berbau harum. Selamatkan Indonesia
Jember, 12 Juni 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H