Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Potret Tanah Ibuku

20 Agustus 2018   13:01 Diperbarui: 20 Agustus 2018   13:05 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah hampir seabad, tepatnya 73 tahun yang lalu, biji yang ditanam bapakku hanya tumbuh sejengkal, daunan layu, tak becabang. Sedang di tanah seberang sana, sudah beranak-pinak, merumpun, berbunga dan berbuah. Apa yang salah? Sedang tanah ibuku lebih subur dan gembur.

Ketika kuamati, ternyata dimakan sapi-sapi berdasi, kambing-kambing bersafari. Ingin kutendang mereka, tapi pistol tertodong ke mukaku. Mampuslah aku, dipukuli. Aku berteriak lantang tentang keadilan, disumpallah mulutku, aku menulis ketimpangan, diikatlah tanganku, tapi, bisakah kalian memenjarakan jiwaku?

Aku diam saja, hanya mataku memerah, seperti bara abadi, membakar dendam dalam hati. Sedang saudara-saudaraku hanya mematung, bisu, kaku. Tubuhnya kering kurang gizi, hanya matanya melotot seolah tak terima. Tapi, sapi-sapi dan kambing-kambing tak peduli, tertawa melihat kami sambil memamerkan senjata mereka.

Aku menyesali semua ini, andaikan saja bapak memelihara rajawali dan harimau jawa, tentu sekarang ini sudah sejatera dan tumbuh menjadi macan asia.

Malang, 20 Agustus 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun