Aku masih ingin menulis
karena huruf-huruf adalah belahan jiwaku
anak-anakku
yang aku pungut dari segala penjuru
yang berkerlap-kerlip di angkasa raya
serupa gemintang memancarkan keindahan
kemudian aku rangkai menjadi kata
sebaris kalimat
yang akhirnya menjadi berbait-bait
agar mereka menari-nari di atas kepala yang membaca.
Anak-anakku selalu menari-nari
seirama rasaku
gundahku
emosiku
Masih banyak ketimpangan-ketimpangan
yang harus kutulis
di sekitarku
di negeriku
yang kulihat
kudengar
bahkan kualami sendiri.
Ketimpangan ekonomi
ketimpangan sosial
ketimpangan moral
yang menyebabkan manusia lupa
jadi diri
sebagai makluk hidup
tapi juga menghindupkan.
Aku masih ingin menulis
karena huruf-huruf adalah belahan jiwaku
untuk menginggatkan mereka
agar membuka topeng-topeng
yang melekat di wajah
menutupi nurani
hingga lupa
dan melupakan
sebagai kodrat manusia.
Tuhan
aku masih ingin menulis
Karena huruf-huruf adalah belahan jiwaku
anak-anakku
sebagai titah yang Engkau berikan.
Aku masih ingin menulis
Jangan Kau ambil penaku, Tuhan
Malang, 08 Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H