Keesokan harinya, ia ditemukan warga sekitar dan dibawa ke rumah sakit. Berita cepat menyebar, dan kabar kejadian itu sampai juga pada Jel, kekasih Lastri.
Jel terpukul, tak mampu menerima kenyataan itu, ia membatalkan pertunangannya dengan Lastri.
"Apa yang kau pikirkan, Lastri?" tanya perempuan berpakaian serba putih yang tiba-tiba sudah berada dibelakangnya.
"Tidak ada," datar jawabnya.
"Tidakkah kau ingin pulang?"
"Kau mengusir dari rumahku sendiri?" Lastri balik bertanya dengan tatapan tajam.
"Baiklah, aku yang angkat kaki dari sini, kamu baik-baik, ya. Obatnya jangan lupa diminum," perempuan berbaju putih itu menjawab dengan sabar, kemudian ia melangkah pergi.
Lastri bergeming dari tempatnya semula, hanya serembah membasahi pipinya. Tatapannya kosong, tetap pada dinding di depannya.
Aku hanya bisa melihatnya dari luar ruangan. Uluran kasih, sayang, ibaku tak mampu membawanya kembali.
Lastri telah memilih jalan hidupnya sendiri, dalam bayangan kasih yang belum sempat ia rengkuh dalam mimpi seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H