Mohon tunggu...
Syauqi Ulun
Syauqi Ulun Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Money

Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Menjemput Rezeki (Etika Mencari Harta)

15 September 2016   08:21 Diperbarui: 15 September 2016   08:35 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selamat pagi, siang, sore, dan malam (tergantung waktu anda membaca) para pengunjung kompasiana. Pepatah mengatakan “Tak Kenal Maka Tak Sayang”, oleh karena itu saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Moh. Syauqi Ulun Nuha, bisa dipanggil Syauqi atau biasanya banyak juga yang memanggil Paijo (saya lebih suka dipanggil Paijo karena saya berasal dari kampung). Saya rasa cukup sekian saja perkenalannya, jika kurang lengkap bisa lihat profil saya atau bisa langsung hubungi saya, hehe. Baiklah, disini saya akan mencoba sedikit membahas tentang Etika Mencari Harta.

Sejatinya, Alloh SWT. telah menjamin rezeki makhluknya. Sesuai dengan Firman-Nya yang berarti: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi, melainkan Alloh-lah yang akan memberi rezekinya.” (QS Hud [11]: 6).

Sumber rezeki sangatlah luas dan dalam. Seluas bentangan bumi dan sedalam samudra. Tidak bisa dipungkiri bahwa disetiap jengkal hamparan bumi dan laut terdapat rezeki yang bisa dikais. Masalahnya, seringkali manusia lebih memilih untuk menunggu rezeki daripada menjemputnya. Lebih mementingkan selera pribadi dalam memilih sumber rezeki ketimbang merebut kesempatan didepan mata, dan yang lebih umum lagi ialah lebih mengutamakan cara yang cepat daripada berletih-letih dalam menggapainya.

RASULULLAH BERSABDA :

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ » (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)[1]

Artinya:Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas / mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram” (HR Ibnu Majah).

Oleh karena itu, Islam menekankan pada setiap Muslim agar menjemput rezeki dengan menggunakan semua potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Yang pasti, dua kebaikan perlu diperhatikan. Pertama, rezeki yang didapatkan adalah yang baik, sesuai dengan Firman Alloh SWT. Yang berarti: “Hai, orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (QS Al-Baqarah [2]: 127).

RASULULLAH BERSABDA :

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ } رَوَاهُ الْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِم[2]

Artinya : Rifa’ah bin Rafi’ RA, sesungguhnya Nabi SAW ditanya: apa pekerjaan yang paling utama atau baik?”. Rasul menjawab, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual-beli yang baik(HR al-Bazar dan dibenarkan al-Hakim).

Terkait ayat dan hadits diatas, Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyatakan betapa pentingnya seorang Muslim mengonsumsi makanan yang halal, bersih, dan lurus. Halal yang dimaksud ialah tidak mengandung kedurhakaan terhadap Alloh SWT. Bersih bermakna tidak mengandung perkara yang melupakan Alloh SWT. Sedangkan, lurus berarti rezeki tersebut mampu menahan nafsu dan memelihara akal.

Kedua, untuk mendapatkan rezeki yang baik, hendaknya proses yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang baik pula. Islam sangat melarang segala bentuk upaya mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang dzalim (Al-Baqarah [2]: 279), riba (Al-Baqarah [2]: 278-279), judi (Al-Maidah [5]: 90), penipuan (gharar), suap (risywah), dan maksiat.

Hadist Tentang Suap (Risywah)

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : { لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ فِي الْحُكْمِ } .(رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ)[3]

Artinya: Dari Abi Hurairah RA, Ia berkata: Rasullullah SAW melaknat orang yang memberi suap (penyuap) dan yang menerima suap (disuap) dalam masalah hukum (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Hadist Tentang Maksiat

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ عَن رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ (رَوَاهُ النَّسَاِئي)[4]

Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata, Nabi SAW bersabda, “Tidak akan berzina seorang pelacur di waktu berzina, jika ia sedang beriman. Dan tidak akan minum khamar, di waktu minum, jika ia sedang beriman. Dan pencuri tidak akan mencuri, di waktu mencuri, jika ia sedang beriman. Di lain riwayat : dan tidak akan merampas rampasan yang berharga sehingga orang-orang membelalakkan mata kepadanya, ketika merampas, jika ia sedang beriman”  (HR Nasa’i).

Nah... Mengapa Islam sangat menekankan pentingnya mencari rezeki yang halal? Karena, setiap asupan yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memengaruhinya, baik secara fisik, emosional, psikologis, maupun spiritual.

Rezeki yang halal menghadirkan ketenangan jiwa. Hidup akan lebih terarah dan menjadikan pintu-pintu keberkahan terbuka semakin lebar. Selain itu, rezeki yang halal merupakan syarat diterimanya setiap doa oleh Alloh SWT. Rezeki yang halal akan menciptakan tatanan mayarakat dan bangsa yang kuat.

Saat ini, sebagai bangsa dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sudah sepatutnya kita menjauhkan setiap anak negeri dari mengais rezeki dengan cara-cara yang dilarang Alloh SWT. Mengikuti arus global, kapitalisme, dan melupakan cara-cara nenek moyang dahulu dalam melakukan aktivitas ekonomi. Yakni, sistem bagi hasil, maro, atau paron ditinggalkan. Sedangkan manipulatif, spekulatif, dan ribawi dipraktikkan. Karena itu lah, kini, kita selalu berada dalam sistem ekonomi yang sangat rentan dan goyah. Krisis demi krisis selalu siap menerjang sepanjang waktu. Petaka demi petaka berlangsung didepan mata.

RASULULLAH BERSABDA :

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ شَفَعَ لأَخِيهِ بِشَفَاعَةٍ فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً عَلَيْهَا فَقَبِلَهَا فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا » (رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ)[5]

Artinya:Dari Abu Umamah RA. berkata, Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang menolong saudaranya dengan sebuah pertolongan,kemudiania memberi hadiah, lalu ia menerimanya, maka ia telah melakukan perbuatan besar dari perbuatan-perbuatan riba” )HR Abu Daud).

Kini, saatnya kita kembali kepada sistem yang berkeadilan dalam mencari rezeki dan berupaya meneguhkan kembali jati diri bangsa. Semua itu bermuara pada pentingnya rezeki yang halal, semoga Alloh SWT. senantiasa menjauhkan kita dari hal-hal dan barang-barang yang haram. Amin amin amin... Wallohu a'lam bishshowab.

[1] Riwayat Ibnu Majah, hadits ke 2227.

[2] Riwayat al-Bazar dan dibenarkan al-Hakim, hadits ke 734.

[3] Riwayat Ahmad dan Imam Empat, hadits ke 1311.

[4] Riwayat Nasa’i, hadits ke 4870.

[5] Riwayat Abu Daud, hadits ke 3543.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun