Mohon tunggu...
Pahlevi Prasetyo
Pahlevi Prasetyo Mohon Tunggu... -

Peduli Kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ini Dia Pengamat Politik yang Tidak Netral

8 Juli 2014   04:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:05 3973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pesta demokrasi seperti pemilu legislatif dan pemilu presiden, yang mendapatkan durian runtuh bukan hanya media massa, pembuat kaus/atribut, lembaga survey atau percetakan. Melainkan juga para pengamat politik. Silakan baca, tonton dan dengarkan media massa, maka setiap hari akan bermunculan nama-nama pengamat politik, dari kampus-kampus ternama di Indonesia. Pernyataan pengamat politik diharapkan akan memberikan pencerahan kepada publik tentang proses demokrasi. Mereka adalah intelektual, akademi atau ilmuwan yang menguasai masalah politik lebih baik dibanding masyarakat awam.

Sayang seribu sayang, banyak juga pengamat politik yang tidak jernih dalam memberikan pengamatannya. Karena dia berpihak kepada salah satu calon atau kekuatan. Akibatnya, hasil pengamatannya tidak lagi objektif. Tidak salah dan itu adalah hak si pengamat politik. Namun publik tidak mendapatkan pencerahan yang semestinya, karena ilmu dan wawasan sang pengamat diarahkan untuk kepentingan dukung mendukung jagoannya.

Berikut ini sejumlah pengamat politik yang masih sering berseliweran di media massa, namun tidak netral dan tidak jernih dalam memberikan pengamatannya:

1.Boni Hargens, pengamat politik UI yang seringkali bersuara keras dan lantang tentang berbagai hal, khususnya terhadap pihak yang tidak disukainya. Boni terkenal tidak suka dengan pemerintahan SBY. Dalam sejumlah pernyataannya, Boni lebih mirip aktivis politik daripada pengamat politik. Dalam pemilu presiden ini, Boni berada di pihak Jokowi – JK, bahkan termasuk dalam tim kampanyenya. Dalam hal ini, Boni tidak layak lagi menyandang sebagai pengamat politik apalagi diembel-embeli namanya kampusnya yaitu UI. Ibarat dalam pertandingan sepakbola, maka pengamat/komentator yang mendukung salah satu tim, hasil pengamatannya pasti tidak menyenangkan buat pendukung tim yang lain. Penonton pasti protes terhadap pihak yang memintanya menjadi pengamat. Dalam sepekan terakhir, Boni kerap kali menyampaikan informasi yang tidak disertai dengan fakta. Misal tentang keterlibatan BIN dan Kopasus membantu tim Prabowo-Hatta. Isu dan desas desus seperti ini, tidak seharusnya disampaikan oleh seorang pengamat politik.

2. Andrinof Chaniago, pengamat politik dari UI. Dia termasuk dalam tim kampanye/sukses Jokowi-JK. Namun dalam kampanye kali ini, Andrinof jarang membuka suara sebagai pengamat. Sebelum merapat ke tim Jokowi – JK, suara Andrinof kerap mewarnai jagat pengamatan politik di media massa. Apalagi dia juga memiliki sebuah lembaga kajian politik yang suka bikin survey elektabilitas capres dan parpol.

3.Sukardi Rinakit, pengamat politik dari Sugeng Saryadi Sindicates (SSS). Selama ini, Sukardi kerap kali menulis dan diwawancara tentang dunia politik Indonesia. Pengamatannya sejauh ini cukup bagus dan bernas. Namun setelah masuk tim pemenangan Jokowi – JK, Sukardi mulai membatasi diri dalam memberikan pengamatannya. Dia lebih konsentrasi memoles pasangan Jokowi-JK.

4.India Samego, pengamat politik LIPI. Meski tidak seterang tiga pengamat politik di atas, Indria dalam sejumlah pengamatannya cenderung memihak kepada pasangan Prabowo – Hatta. Kalau menengok catatan sejarah, Indria Samego memang seringkali membuat pengamatan yang memihak kepada status quo.

Namun jangan khawatir, masih banyak pengamat politik yang relatif netral, meski sesungguhnya mereka memiliki afiliasi kepada kekuatan tertentu atau mendukung pihak tertentu. Sebagai individu mereka berhak memilih dan memihak. Tapi dalam analisisnya mereka punya kewajiban moral untuk lebih jernih dan bernas sesuai dengan kemampuan akademis dan keilmuannya. Misalnya, Ikrar Nusa Bhakti dari LIPI, atau Arbi Sanit dari UI atau pengamat politik yang baru muncul belakangan seperti Agung Suprio dari UI. Pengamat politik yang netral dan bernas dalam memberikan kajiannya sangat penting dalam meningkatkan pendidikan politik dan demokrasi buat masyarakat. Yang benar disebut benar, yang salah disebut salah, yang kurang pas disebut dengan seharusnya.

Pendidikan politik dan demokrasi bukan hanya tugas pemerintah, atau partai politik.Para pengamat politik ini juga berperan serta. Pengamatan dari mereka, bahkan akan membantu meringankan tugas pemerintah dalam menjaga proses demokrasi berjalan dengan lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun