Mohon tunggu...
pahlawan bertopeng
pahlawan bertopeng Mohon Tunggu... -

pahlawan bertopeng

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memaknai Simbol-simbol Dajjal Secara Konyol

12 Mei 2015   17:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan publik diributkan dengan kontroversi tampilnya gambar yang seolah lambang Dajjal di sebuah cafe di Solo. Soal seperti itu mungkin tidak menjadi berita penting kalau pemiliknya bukan anak presiden kita sekarang. Berhubung dia anak presiden, maka muncul persepsi-persepsi yang disusun oleh mereka yang kontra dengan pemerintahan sekarang. Demikian juga yang mendukung tak kurang melakukan pembelaan. Yang terjadi kemudian sebenarnya bukan pembahasan mengenai makna yang dikandung dalam simbol-simbol tersebut, namun persepsi-persepsi yang disusun berdasarkan selera masing-masing kubu. Dengan demikian, sebenarnya tak terlalu penting apakah simbol tersebut memang dimaksudkan sebagai simbol Dajjal atau tidak, karena di sini, persepsilah yang lebih memainkan peran.

Ribut-ribut mengenai lambang Dajjal ini sudah ada sejak dahulu kala, misalnya yang ditengarai bahkan sudah masuk dalam sajadah sholat misalnya. Konyolnya, selalu saja ada pembenaran dan seolah pemaksaaan persepsi tentang munculnya simbol-simbol tersebut. Pokoknya, apapun yang terlihat seperti mata satu itulah lambang Dajjal. Padahal dalam sebuah sajadah yang memiliki beragam  corak, tentu ada bagian-bagian yang akan berbentuk bulat lonjong, atau agak segitiga, yang dengan mudah itu dipersepsikan dengan Dajjal. Alangkah konyolnya pandangan semacam ini. Lebih konyol lagi adalah mereka yang memercayai dan kemudian menyebarkannya di media sosial, dengan embel-embel: Waspadalah, Kaum Illuminati sudah  masuk ke perangkat ibadah.

Mengapakah mereka tidak memaknai itu secara positif. Bukankah semua hal yang terlihat itu dapat dimaknai sebaliknya? Bahkan lambang Dajjal yang sebenarnyapun kalau kita mau, dapat dipersepsikan dengan lambang kesehatan mata misalnya. Mengapa kita tidak memercayai kekuatan hati dan pikiran kita, dan seolah ketakutan dengan bayang-bayang dan simbol-simbol yang kadang kita ciptakan sendiri?

Demikianlah, menurut saya, kita selalu dibentuk oleh ketakutan-ketakutan, juga oleh ancaman-ancaman yang sebanarnya hanya bayang-bayang, termasuk simbol-simbol Dajjal itu. Ayolah kita percayai batin dan pikiran kita, mari kita lihat Dajjal bermata satu itu sekedar hiasan, atau kalau tidak adalah lampu para penggali tambang yang dapat kita pinjam untuk menerangi langkah kita. Sah-sah saja, karena kitalah pemilik pikiran dan hati kita, maka kitalah sang pemilik persepsi itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun