Mohon tunggu...
Pagar Sianipar
Pagar Sianipar Mohon Tunggu... -

Saya berprofesi sebagai guru sejarah di SMAK 5 Penabur Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila, Sebuah Gagasan dan Tindakan Hospitalitas

18 Juni 2018   12:20 Diperbarui: 18 Juni 2018   12:26 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan menyampaikan mengenai lima prinsip itu kelak dikenal Pancasila.  Tiga minggu kemudian sempat disepakati rumusan lima sila yang berupaya menampung keinginan agar Islam dijadikan dasar negara kita. 

Namun, akhirnya Pancasila yang kita jadikan sebagai dasar negara adalah rumusan Pancasila pada pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. 

Peristiwa itu sebenarnya dapat dikategorikan sebagai tonggak sejarah hospitalitas---mencintai atau memberi ruang kepada tamu atau "orang asing". Pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi kita merupakan suatu keputusan paling hospitable sepanjang perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

Perdebatan sengit mengenai dasar negara sedikitnya mengenai tiga hal. Pertama, tujuh kata pada Piagam Jakarta. Hatta yang mengundang para tokoh Islam berhasil meyakinkan mereka untuk mengganti sila pertama pada Piagam Jakarta: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". 

Akhirnya, sila itu menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Kedua, UUD 1945 pasal 6 ayat 1. Semula tertulis "Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam", lalu berhasil diubah. Kata "dan beragama Islam" dihapus. Ketiga, UUD 1945 pasal 29 ayat 1 yang semula tertulis: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" juga berhasil diubah. Perubahannya, yaitu: "Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (Jan S. Aritonang, 2015: 253-255). 

Sejarah perdebatan mengenai dasar negara itu dapat ditelusuri dalam buku karangan Jan S. Aritonang berjudul "Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia".

Politik Identitas dan Ancaman Hostilitas

Politik identitas yang marak sekarang ini semata-mata berupaya mendongkrak simpati publik dan perolehan suara dapat memperlemah semangat "menjadi Indonesia". Istilah "menjadi Indonesia" ini terinspirasi dari judul buku sejarah karya Parakitri T. Simbolon. Indonesia sebagai sebuah bangsa merupakan proses yang belum selesai dan bahkan mungkin tak kunjung usai karena kompleksitas baik budaya maupun sosio-historisnya. 

Politik identitas dapat menjadi sebuah strategi politik yang etis jika nilai-nilai universal dari agama diperjuangkan secara nyata. Politik identitas yang serakah sebenarnya bekerja dengan memanipulasi tuna gagasan dengan cara memproduksi identitas agama begitu rupa menjadi modal politik utama.

Ideologi Pancasila mengalami berbagai tantangan sejak awal merdeka hingga kini. Terlalu banyak tantangan dan ancaman yang kita alami. Kemunculan gerakan separatis pada kurun waktu 1945-1965 mungkin dapat dikategorikan sebagai ancaman. Beberapa peristiwa konstitusional berikut ini dapat digolongkan sebagai tantangan, yaitu peristiwa 22 Juni 1945 dan 10 November 1956. 

Setelah Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945, sekitar satu dekade kemudian muncul perdebatan konstitusional pada sidang pertama Konstituante 10 November 1956. Ketika para anggota Konstituante harus mengambil keputusan mengenai dasar negara, maka mereka terpecah tiga kelompok, yaitu: (1) kelompok yang menghendaki Pancasila sebagai dasar negara; (2) kelompok yang menghendaki Islam sebagai dasar negara; (3) kelompok yang menghendaki sosialisme sebagai dasar negara (Eka Darmaputera, 1988: 111).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun