Ialah salah satu lembaga pendidikan asli Indonesia (indigenous) yang keberadaannya sedikit dipandang sebelah mata, namun usianya sudah ratusan tahun yang telah banyak mewarnai berdirinya Republik Indonesia. Lembaga pendidikan yang penulis bicarakan adalah pesantren.
Banyak kritik terlontar terhadap pesantren baik sumbang maupun membangun. Diantara kritik sumbang bahwasannya pesantren adalah lembaga pendidikan yang identik dengan kekumuhan dan penyakit kulit, dan lembaga pendidikan kelas tiga. Adapun salah satu kritik membangun disampaikan oleh ilmuwan muslim yang perduli atas keberadaan pesantren salah satunya oleh Nurcholish Madjid dalam “Bilik-Bilik Pesantren” nya.
Dengan mengalirnya kritik yang ada banyak dan beragam respone yang dilakukan oleh para pengelola pesantren. Sampai saat ini, pesantren tetap berdiri kokoh. Lembaga pendidikan tersebut terus melahirkan manusia-manusia. Pesantren masih survive dan tidak pernah kehilangan peminat.
Penulis menganggap penting adanya reformasi atas kekurangan sistem pendidikan yang ada di pesantren. Banyak sekali pesantren melakukan reformasi itu untuk menjadi lembaga pendidikan yang mampu bersaing dengan sekolah-sekolah umum yang notabene favorit. Namun penulis melihat banyak juga faktor keunggulan dari sistem pendidikan yang ada di pesantren yang seharusnya di adopsi oleh sekolah-sekolah umum, terutama di Indonesia bahkan dunia. Salah satu faktor keunggulan yang ingin penulis ajukan dalam tulisan ini adalah tentang “keguruan” seorang kiyai di pesantren.
Berdirinya fakultas-fakultas pendidikan, perguruan-perguruan tinggi pendidikan, pelatihan-pelatihan pendidikan, aturan-aturan pemerintah tentang guru dan keguruan dan banyak hal lainnya tentang pengajaran dan pendidikan adalah bukti bahwa menjadi seorang guru bukan hal yang mudah.
Tanpa bermaksud mengesampingkan bidang pengetahuan tentang keguruan di bangku-bangku perkuliahan dan tulisan-tulisan dalam buku-buku pendidikan. Penulis perlu mengungkapkan fakta tentang keguruan seorang kiayi di pesantren. Untuk beberapa tahun kebelakang bahkan lebih jauh lagi, di beberapa pesantren tradisional umunya kiayi tidak mempelajari ilmu tentang kependidikan dan keguruan. Tidak belajar class managemen, tapi mereka bisa mengatur dan menertibkan murid-murid saat belajar. Tidak belajar metodologi pengajaran, tapi mereka bisa memberikan pemahaman kepada muridnya. Tidak belajar ilmu psikologi, tapi mereka bisa memahami kejiwaan murid-muridnya. Mereka mampu memetakan potensi dan kemampuan setiap murid sekaligus melakukan perlakukan-perlakuan (treatment-treatment) yang tepat sesuai potensi dan kejiwaan murid-murid.
Bukan hanya tentang pengajaran dan kependidikan saja namun juga keguruannya seorang kiayi menjadi hal paling luar biasa yang bisa kita kaji. Ucap geraknya menjadi referensi hidup untuk setiap murid bahkan masyarakat.
Metode Meraih Kompetensi Supraspiritual
Seperti kemampuan-kemampuan keguruan yang lainnya, kemampuan yang diperoleh oleh seorang kiayi bisa di dapat oleh semua guru. Kemampuan tersebut adalah buah dari sebuah kerja keras, latihan dan proses yang panjang. Walaupun sulit, setiap orang (guru) bisa mempunyai kemampuan seperti itu. Untuk mengetahui caranya, ada baiknya kita pahami terjemahan Hadits Qudsi berikut ini.
"Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bahwa Allah akan membimbing seseorang yang Ia cintai. Ketika seseorang itu adalah seorang guru, maka Allah menjadi pembimbingnya dalam proses pengajaran dan pendidikan. Allah mengajarkan kepadanya dengan pelantara atau tanpa pelantara. Allah mencurahkan pemahaman tetang metodologi pengajaran yang mudah dimengerti. Sekaligus Allah yang memberikan pemahaman kepada muridnya.
Berdasarkan hadits qudsi diatas, ada tiga syarat untuk mencapai kemampuan keguruan seperti ini:
- Ibadah Wajib. Sholat lima waktu, puasa bulan romadhon, zakat, haji, menghormati orang tua dan kewajiban-kewajiban yang lain baik mahdoh (vertical) maupun ghoir mahdoh (sosial).
- Ibadah Sunnah. Sholat-sholat sunnah, membaca qur’an, shodaqoh, dan yang lainnya.
- Taqorrub. Selalu mendekatkan diri kepada Allah. Ketika sudah merasa dekat dengan Allah maka ia akan mawas diri dengan ucapan dangerakannya agar tidak menyimpang dari aturan-aturan Allah.
Ketika seseorang (guru) sudah melakukan ketiga hal tersebut dengan konsisten, maka hasil dari rutinitas tersebut, semua ucap dan geraknya (guru) menjadi pemicu yang menggerakkan orang lain. Itulah yang disebut dengan qaulan tsaqilan –merujuk pada Qur’an surat Al-Muzzmmil ayat 5.
Kemampuan keguruan seperti ini, selain melalui latihan-latihan fisik (psikomotorik) atau pengisian materi yang bersifat kognitif tapi juga latihan-latihan spiritual dan pendekatan diri kepada Allah. Kemampuan keguruan tersebut diluar jangkauan nalar manusia. Penulis manamakan –kemampuan keguruan seperti ini- dengan istilah kompetensi supraspiritual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H