Mohon tunggu...
Saprudin Padlil Syah
Saprudin Padlil Syah Mohon Tunggu... profesional -

Visit me on padlilsyah.wordpress.com I www.facebook.com/Padlil I\r\n@PadlilSyah

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ibu-ibu Malaysia: Kasihan Sekali Kau!

17 Maret 2014   16:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari jum’at, 14 maret 2014 istriku bercerita tentang pengalaman pertemuannya dengan seorang ibu-ibu.

Hari itu istriku kebetulan satu mobil dengan seorang ibu-ibu Malaysia yang ngakunya berasal dari Jawa, tepatnya Surabaya. Setelah duduk, si ibu bertanya tentang asal istriku. Setelah mengetahui bahwa istriku dari Indonesia, dia langsung menebak “Pasti kamu dari jawa”.

Agar tidak berkepanjangan dalam perbincangan karena bawaan hamil 7 bulan, ditambah perjalanan jauh dan terik panas matahari pulau borneo yang amat terik, di tambah berbagai aroma keringat para penumpang Elf yang membuat pusing dan mual, istriku menjawab “Iya, mak cik”.

Kemudian dia bertanya lagi, “Jawa-nya mana?”

“Dari Jakarta sih, mak cik” Klarifikasi istriku singkat. Berharap perbincangan itu tidak berlanjut.

Namun ternyata isyarat dan bahasa tubuh itu tidak dipahami oleh si ibu. Buktinya setelah itu ia nyerocos sendiri tentang asal-usul dia.

“Iya memang, jawa itu banyak sekali, ada jawa Jakarta, jawa sunda, jawa timur, jawa Surabaya. Dan bapak saya adalah jawa Surabaya” dengan yakin ia menjelaskan.

Ia pun bercerita bahwa bapaknya adalah seorang supir. Ketika ditanya supir apa, ia menjawab supir kerta api.

Dia menceritakan betapa hebat bapaknya, karena ia menyupiri kendaraan yang sangat panjang dan menjalankannya dengan sangat cepat dibandingkan dengan mobil.

Istriku hanya diam mendengar celoteh si ibu. Sampai akhirnya ia bertanya layaknya pertanyaan orang sabah yang lain. Untuk di Indonesia pertanyaan itu kurang sopan. Namun budaya di Sabah berbeda. Pertanyaan tentang berapa nominal gaji seseorang adalah hal yang wajar di Sabah. Bahkan gaji salah satu yang bisa menentukan strata sosial seseorang.

“Kau kerja apa di sini?”

“Saya mengajar, mak cik”

“Oh kamu cikgu, berapa gaji kau? Berapa ratus? Bisa sampai seribu (ringgit)?” Pertanyaannya beruntun untuk menanyakan gaji mengajar orang Indonesia di Sabah.

“Ada... laah mak cik, cukup untuk bisa nabung” jawab istriku, kiku dan merasa tidak nyaman.

“Kasihan sekali kau!” Celetuk si ibu. Istriku hanya diam saja.

Namun tidak lama berselang dia memberikan pertanyaan berikutnya “Yang gaji kamu, negara Indonesia atau Malaysia?”

“Negara Indonesia, mak cik”

“Ooh.... kasihan sekali kau!” lagi-lagi kata itu lagi, bahkan tampak lebih iba.

Sambil ia berusaha membalik badannya kebelakang, karena kebetulan ia duduk bersampingan dengan sopir. Dan ternyata usaha membalikan badannya adalah hanya untuk melihat tangan istriku. Sedikit aneh memang, apa maksud ucapan si ibu dan pola yang ia perbuat.

Namun polanya itu diketahui istriku setelah ia bertanya lagi.

“Kamu sudah punya suami?”

“Sudah mak cik”

“Oh.. baguslah kalau begitu, soalnya kalau perempuan kan biasanya ingin mamakai perhiasan” sambil ia menunjukkan tangannya dengan penuh kebanggaan. Tangan yang di penuhi gelang dan cincin yang sangat kuning.

Eh.. .tapi apa pekerjaan suamimu?” sepertinya ia menyadari sesuatu.

Suami Saya Mengajar Juga

“Kasihan sekali kau nak”

“Pasti yang gaji negara Indonesia juga?”

“Iya mak cik” jawab istriku lagi. Sambil menahan kesel tentunya. Dan menanti apa reaksi dan respon si Ibu setelah mendengar jawaban suami istriku seorang guru yang digaji oleh Indonesia.

“Duh nak, kasihan sekali kau”

Tidak tahu akan berapa kali lagi ucapan “kasihan sekali” diberikan kepada istriku kalau saja Elf yang ditaiki istriku belum sampai tujuan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun