Jakarta - Hari ini, meskipun badan saya belum sehat benar, karena sejak Sabtu (2/12) pagi sehabis bangun tidur, badan saya limbung. Sejak Jumat (1/12) pagi sampai petang, saya dihantam hujan di tengah perjalanan. Akibatnya, habis bangun tidur, badan saya "pet-petan", ruas-ruas tulang linu, seperti mau lepas.
Namun dengan sekuat tenaga, saya penuhi tugas untuk mendidik sebagaimana hari-hari biasanya. Pulangnya, saya paksa untuk saya kuatkan, di tengah perjalanan walaupun berhenti beberapa kali menahan sakit kepala yang sangat kuat serta mata seperti mau copot. Saya mampir di sebuah rumah sakit di kawasan Gedongan Moyudan Sleman, rumah sakit tingkat pertama yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal.Â
Setelah dicek, ternyata suhu tubuhnya, saat itu sudah mencapai 37,9 derajat Celcius. Belum begitu tinggi memang, namun pada malam harinya, semakin meninggi. Praktis sejak Sabtu petang hingga Senin (6/12), saya tetap berada di tempat tidur. Selain kepala sakit, ruas tulang-tulang ngilu, dan diare berat. Sangat jarang saya diterpa sakit seperti itu.Â
Namun syukurlah, sejak Senin (4/12) kondisi tubuh semakin membaik, kendati hingga kini kepala masih terasa agak berat. Karena adanya undangan dari Dewan Pers, di mana surat ditanda tangani oleh salah satu anggota Dewan Pers (Bapak Imam Wahyudi), maka saya memaksakan diri untuk berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api kelas ekonomi. Â Istri sangat keberatan atas keputusan saya, mengingat dirinya mengkhawatirkan kondisi tubuh saya yang belum pulih benar. Namun komitmen dan keinginan untuk memenuhi undangan dari Dewan Pers jauh lebih kuat dibandingkan semuanya.Â
Singkat kata, sampailah saya di Jakarta pada Selasa (5/12) pagi tadi. Bersyukur bisa memenuhi undangan dari Dewan Pers tersebut, untuk menindaklanjuti surat aduan saya yang pernah saya kirimkan pada Minggu (12/11) kemarin. Di mana secara substansial, bahwa Tabloid Mantra Edisi 170 (11-24 Oktober 2017) saya indikasikan melanggar 4 jenis regulasi sekaligus.Â
Dalam kesempatan pagi hingga siang tadi, saya menyampaikan secara tegas bahwa Tabloid Mantra Edisi 170 (11-24 Oktober 2017) karena penuh dengan konten pornografi dan bisa diakses dengan mudah oleh anak-anak dan remaja. "Majalah ini mudah ditemukan di berbagai lapak koran yang tersebar di sejumlah daerah, terutama di Jawa Timur, DIY, dan sejumlah daerah lainnya. Kantor pusatnya di Surabaya," sambil saya tunjukkan tabloid tersebut di hadapan anggota Dewan Pers dan stafnya di Gedung Dewan Pers Jakarta tadi.Â
Lanjut saya, ada empat regulasi yang dilanggar. Yaitu, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, Peraturan Dewan Pers Nomor: 8/Peraturan-DP/X/2008 Tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa.Â
Kalau memang tabloid ini dikhususnya untuk orang-orang dewasa, tandas saya, seharusnya sesuai dengan regulasi mewajibkan menutup sebagian sampul depan dan belakang penerbitannya sehingga yang terlihat hanya nama media, nomor edisi, dan label khusus dewasa 21+. Semua tidak dilakukan oleh redaksi Tabloid Mantra.
"Maka saya meminta agar Dewan Pers sebagai representasi wakil rakyat di bidang pengawasan perusahaan media cetak harus menegakkan hukum pers setegak-tegaknya," tegas saya.
Pada kesempatan tersebut, Hendry Ch Bangun yang mewakili anggota Dewan Pers lainnya berjanji akan segera menindaklanjuti aduan dari masyarakat tersebut berkenaan dengan Tabloid Mantra. "Kita sudah mengundang Tabloid Mantra namun hingga kini belum ada konfirmasi. Saya sangat mengapresiasi aduan masyarakat seperti ini sebagai bentuk partisipasi untuk menciptakan pers yang sehat. Tentu kami akan menindaklanjuti aduan ini segera," sergah mantan petinggi di jajaran perusahaan Kelompok Kompas Gramedia Grup ini.  Tambahnya, kami pastikan sementara bahwa  penanggung jawab  dan  pemimpin  redaksi  media  cetak  ini  belum  mengantongi  sertifikasi wartawan  tingkat  utama  sesuai  dengan  regulasi.
Kita tunggu saja, bagaimanakah ketegasan Dewan Pers dalam menindaklanjuti aduan saya sebagai salah satu masyarakat yang sangat mencintai hadirnya surat kabar yang mencerdaskan, mendidik, menghibur, dan tidak pornografis. (*)