Mohon tunggu...
Epicentrum Kebangsaan
Epicentrum Kebangsaan Mohon Tunggu... Freelancer - Anak muda pendukung Golkar

Anak Muda Indonesia yang Berdulat, Mandiri dan Berkarakter

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Urusan Perut Lebih Penting Dibanding Politik

22 Januari 2014   12:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:35 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_291393" align="aligncenter" width="528" caption="Ilustrasi - Foto: istimewa"][/caption]

ISU kesejahteraan menjadi salah satu priroritas calon presiden Aburizal Bakrie (ARB). Hal itu penting mengingat ‘urusan perut’ takaran prioritasnya lebih utama dibanding hiruk pikuk politik atau kasus-kasus korupsi yang merajalela di Republik ini.

Mengutip pernyataan ARB di Kompas Senin (20/1/2014), masyarakat tidak terlalu menghiraukan kebebasan berkumpul, berpendapat, atau segala sesuatu produk demokrasi. Kata ARB, rakyat lebih memikirkan besok mau makan apa?

Untuk itu, Partai Golkar yang telah siap dengan Visi Indonesia 2045 berikhtiar mempriroritaskan harapan rakyat itu: kesejahteraan! Dengan Negara Kesejahteraan 2045, ARB berharap bisa menjadi formula jitu untuk menjamin rakyat tidak pusing dengan ‘perut’nya. Rakyat tidak lagi bingung bagaimana caranya agar dapur selalu ngebul.

ARB yang telah mengunjungi 280 kabupaten/kota sejak pendeklarasiannya 1 Juli 2012 ini menegaskan: hanya mereka yang mampu menyediakan lapangan kerja, pendidikan, dan layanan kesehatan gratis yang akan menjadi pilihan rakyat.

Visi 2045

Partai Golkar mengenalkan tradisi baru, yaitu partai politik tidak hanya menawarkan calon presiden saja, tapi juga menyiapkan blueprint pembangunan nasional, yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam penyelenggaraan negara dan pelaksanaan pembangunan nasional. Visi 2045 ini memiliki penekanan prioritas pembangunan pada sektor: Reformasi Birokrasi, Pendidikan, Kesehatan, Industri, Pertanian, Kelautan, Infrastruktur, UMKM dan Koperasi. Keseluruhan priroritasi ini dilaksanakan secara simultan dan terintegrasi melalui Catur Sukses Pembangunan Nasional: Pertumbuhan, Pemerataan, Stabilitas, dan Nasionalisme Baru.

Pertumbuhan yang berkualitas bukanlah pertumbuhan yang dihasilkan oleh strategi yang growth oriented dan berbasis paham market fundamentalism. Sebab, selain akan mengabaikan prinsip dan dimensi pemerataan, juga akan berpihak kepada sekelompok kecil pelaku yang kuat. Karenanya, ia akan cenderung melakukan akumulasi modal untuk mengejar keuntungan ekonomis setinggi-tingginya.

Pemerataan adalah perspektif yang diorientasikan untuk mengatasi segala bentuk kesenjangan. Karenanya, pembangunan harus mengembangkan mekanisme dan strategi yang menjamin pemerataan antarwilayah, antardaerah, antarsektor, antarkota dan desa, maupun antarpusat dan daerah. Aktivitas ekonomi dan sumber daya pembangunan harus disebar merata di wilayah Jawa dan luar Jawa, di kawasan timur dan barat Indonesia, di daerah yang kaya maupun miskin sumber daya, di sektor produktif maupun tidak, di desa dari Sabang sampai Merauke, dari Talaud hingga Rote.

Stabilitas adalah perspektif pembangunan nasional yang berorientasi pada terciptanya sistem politik nasional yang efektif, demokratis, stabil, berlandaskan hukum dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sukses stabilitas juga berarti kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa, tegaknya kedaulatan negara dan integrasi nasional, terwujudnya pertahanan dan keamanan nasional sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kesanggupan negara dalam melindungi segenap bangsa.

Sementara nasionalisme baru, dapat diterjemahkan secara sederhana sebagai perspektif pembangunan nasional yang berorientasi pada reinterpretasi dan reaktualisasi nilai-nilai nasionalisme Indonesia. Tujuannya untuk menjawab dinamika tantangan dan perubahan geopolitik, geoekonomi dan geostrategis baik secara nasional maupun internasional. Nasionalisme baru merupakan energi baru bangsa Indonesia untuk mengukir kembali peradaban-peradaban yang agung yang seakan terabaikan oleh keniscayaan globalisasi dan kecenderungan primordialisme sempit dan politik identitas. Dengan semangat nasionalisme baru, kita tidak perlu takut, menghindari atau memusuhi globalisasi, melainkan memampukan kita untuk mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang globalisasi bagi pemenuhan kepentingan nasional di segenap aspek.

Selain Urusan Perut, Penegakan Hukum Juga Penting

Selain isu kesejahteraan, ARB dalam wawancara khusus di Kompas Senin (20/1/2014) meyakini masalah terorisme yang marak di Indonesia dewasa ini juga harus menjadi perhatian khusus. Menurut dia, masalah terorisme yang tiada habisnya terjadi adalah buah dari lemahnya penegakan hukum.

ARB menyayangkan penegak hukum tak dilindungi dalam menunaikan tugasnya. Dampaknya, penegakan hukum terkesan setengah hati. Capres Partai Beringin ini menekankan, jika ada yang bertindak mengganggu masyarakat, harus ditindak. Kalau dibiarkan seseorang berbuat anarki, lanjut ARB, orang lain juga akan melakukan hal yang sama. “Mahasiswa membakar kampus, merusak mobil, tindak, tidak bisa tidak,” tegasnya.

Menurut ARB, keniscayaan demokrasi adalah menyampaikan pendapat. Namun ketika memecahkan kaca mobil, tangkap! Ia tak mempersoalkan perbedaan ideologi apa pun sepanjang tak menggunakan kekerasan.

Nah, untuk mencapai kesejahteraan faktor lain yang saling terkait memang harus juga diperhatikan para capres yang akan memimpin Indonesia 2014-2019 nanti. ARB pun memandang selain dari isu intoleransi dan anarkisme yang marak, kembali lagi urusan perut lah yang selalu dipikirkan rakyat. Meskipun pertumbuhan ekonomi berkisa 6 persen, kata ARB, jurang antara si kaya dan si miskin terasa semakin dalam meskipun ada pertambahan kelas menengah.

Gini aja, deh. Kalau kita pulang lapar dan enggak ada makanan, pasti marah sama bini,” ujar ARB pria keturunan Lampung-Medan yang lahir dan besar di Menteng, Jakarta ini bergurau. Namun, kendati persoalan ekonomi belum selesai, tak berarti tindakan anarkistis dilazimkan. Karena itu, tambah ARB, tetap tak boleh ada ampun untuk anarkisme. Salam Kompasiana :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun