Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 47: Hujan Batu dan Api di Padang Tak Bertepi

14 April 2012   06:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:37 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DHANAPATI melangkahkan kakinya, melompati akar- akar pohon besar. Menyingkirkan ranting- ranting yang menghalang.

Mereka ada di dalam hutan yang lebat sekarang.

Monyet- monyet berlompatan dari satu dahan ke dahan lain. Beberapa turun ke tanah.

Dhanapati menyingkirkan dua ekor lintah yang menempel di kakinya. Di sampingnya, Kaleena memperhatikan dengan muka yang menampakkan rasa antara geli dan ngeri.

Dhanapati tersenyum. Dia menghapus bekas darah yang keluar dari bagian dimana lintah tadi menggigit. Setelah itu, seakan tak ada apapun yang terjadi, dia melangkahkan kakinya lagi. Kaleena mengikuti di belakangnya.

Belum lama mereka melangkah, terdengar jeritan Kaleena.

Dhanapati serentak menoleh dan berbalik. Bersiap memasang kuda- kuda, untuk melawan jika ada musuh yang menghadang. Namun apa yang dilihatnya membuatnya terpaksa menahan tawa.

Kaleena dengan panik menunjuk- nunjuk kakinya. Rupanya, ada lintah yang baru saja menempel di situ. Dia ingin melepaskannya tapi tak berani menyentuh lintah itu.

Dhanapati mendekat. Dihampirinya Kaleena yang pucat pasi. Dia berjongkok dan melepaskan lintah itu dari kaki Kaleena.

Dan saat kaki halus itu tersentuh, mau tak mau Dhanapati teringat pada apa yang terjadi kemarin malam. Teringat pada halus lembut kulit sang putri dari seberang lautan. Kaleena yang tadinya berusaha mencegah, sudah tampak pasrah saat itu. Dhanapati mulai menelusuri kulit yang halus dan lembut itu dengan bibirnya sambil menikmati keharumannya ketika tiba- tiba petir menggelegar lagi.

Dhanapati melihat percik api berpendaran. Kuning. Jingga. Merah. Gunung- gunung tampak di kejauhan. Biru gelap dan tadinya tak terlihat. Tapi saat petir menggelegar, gunung itu menjadi latar belakang percik api yang berpendaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun