Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 17: Kumbang Ganas Menggagahi Kembang

27 November 2011   02:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Kiran masih berdiri tenang. Selendang pelangi dipegang. Erat.

Dengan satu isyarat ketujuh lelaki itu menyerang Kiran. Serangan yang datang seperti badai. Susul menyusul. Dari kanan kiri. Depan belakang. Atas bawah. Seperti sekumpulan kumbang ganas yang berupaya menggagahi kembang.

Namun Kiran bukanlah kembang yang pasrah. Gerakannya lincah. Selendang pelangi yang digerakkan dalam berbagai variasi menimbulkan pendar aneh, yang bisa menangkis serangan, sekaligus membalas.

***

Di dalam pondok, Dhanapati bersila. Sebagai jagoan yang berpengalaman, dalam sekali pandang dia tahu kalau Iblis Sapta Kupatwa tak akan bisa mengalahkan Kiran. Gerakan ketujuh lelaki itu masih kasar. Mudah ditebak dan minim kreasi. Apalagi mereka rupanya diperintahkan untuk menangkap Kiran hidup-hidup, yang membuat upaya mereka menjadi lebih sukar.

Sementara gerakan Kiran sungguh sukar ditebak. Gerakannya sangat ringan, pertanda laghima sariranya sudah mencapai taraf yang cukup tinggi. Kadangkala selendangnya mengeras seperti tombak, kadang digunakan sebagai kitiran. Kadang seperti membelai. Semua itu dilakukan Kiran dengan sangat luwes, mirip penari keraton yang menari di depan Raja.

Setelah melihat Kiran bisa membela diri, perlahan Dhanapati mengatur nafas sambil bersila. Pukulan mantan rekan di Bhayangkara Biru sungguh amat hebat. Luka yang diderita sangat parah. Organ dalam tubuhnya rusak. Tenaga saktinya kacau.

Pengobatan yang dilakukan Kiran memang sudah mampu memulihkan sebagian besar organ dalamnya yang terluka, juga berhasil mengusir racun yang tadinya bersemayam dalam tubuh. Namun tenaga saktinya masih belum pulih.

Perlahan dia menarik nafas, menahan sedikit di dada dan menghembuskan melalui mulut. Dia melakukan itu berkali-kali, sambil tetap mengamati pertarungan. Melihat bagaimana secara perlahan Kiran mulai bisa mendesak para pengepung.

Gadis itu sungguh hebat, pikir Dhanapati.

Di Jawadwipa, tak banyak pendekar perempuan yang memilih selendang sebagai senjata. Dibanding pedang, golok atau keris, maka selendang dapat dikatakan merupakan senjata dengan tingkat kesulitan paling tinggi. Untuk bisa menggunakan selendang sebagai senjata diperlukan tenaga sakti tingkat tinggi yang khas. Tenaga sakti inilah yang disalurkan melalui selendang sehingga kain ini bisa beralih fungsi menjadi senjata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun