Siapapun kita, khususnya yang pernah menikmati Ramadan di kampung halaman pada waktu kecil dulu, sulit untuk dilupakan. Umumnya yang paling kita kenang buka dan sahur bersama keluarga.
Namun, terlepas kebersamaan dengan keluarga, tentu ada momen-momen paling kita rindukan.
Sebagaimana saya yang lahir di kampung, Ramadan menjadi bulan "bermain" bagi segala kegembiraan yang tercipta bersama teman-teman.
Bahkan Ramadan, bisa bisa dikatakan momen paling krusial untuk melahirkan permainan yang penuh canda dan tawa, yang bahkan diselingi oleh kenakalan-kenakalan lumrah untuk anak sebaya saya waktu itu; seperti sengaja terlambat tarwih, main dulu, nanti ketika Imam di rakaat terakhirnya baru saya dan teman-teman masuk masuk, agak tak berlama-lama shalat tarwih.
Tapi itulah anak-anak, dalam hal ini saya di Ramadan kampung saya.
Mengingat Ramadan pada kala itu, belumlah "secanggih" sekarang yang bisa diisi oleh game-game di Smartphone, di kampung saya setiap kali Ramadan ada semacam pasar dadakan, yang dominasi jualannya itu adalah mainan, seperti yo-yo, gasing yang punya lampu, dan walkman yang beterainya, beterai ABC. hehe.
Walkman itu bisa saya dapatkan dengan harga 15.000 rupiah saja, saya atau teman-teman saya yang punya walkman pada masa itu telah menjadi barang mewah. Walau hanya frekuensi radio yang bisa kita dengarkan.
Padahal, sudah ada televisi. Namun entah mengapa walkman menjadi barang nyentrik bagi anak-anak ketika dapat mempunyainya.
Lagu-lagu yang diputar di radio sebenarnya sangat jarang yang mengudarakan lagu anak-anak, akan tetapi ketika headsetnya (yang punya fungsi sebagai antena juga) ketika saya telah memasangnya di telinga, lalu saya membawanya ke masjid di malam tarwih, kami anak-anak sudah merasa sangat keren di hadapan teman-teman perempuan yang juga datang shalat tarwih.
Walkman dan Ramadan masa kecilku, telah menjadi satu harmoni untuk saya kenang, ketika nantinya saya ceritakan kepada anak cucu saya.