Demokrasi yang kita nikmati hari ini, tentu tak lepas dari adanya gerakan mahasiswa, terlepas tetek-boroknya arah dan proses Demokrasi kita hari ini.
Mahasiswa hari ini pun sebagai pelanjut tongkat (kera sakti) estafet perjuangan gerakan kakanda senior, dituntut untuk lebih mafhum dan lebih progresif mengawal serta merawat gerakan mahasiswa.Â
Gerakan mahasiswa hari ini sebenarnya dapat ditinjau dari beragam aspek, yang mungkin sama beragamnya nama-nama jurusan di fakultas kita (banyak nama jurusan, 1 nama pekerjaan= pengangguran).Â
Namun yang lebih referentatif dan empirik hipotesisnya bagi saya adalah, dengan tinjauan dari study kasus tentang lamanya mahasiswa mencuci baju almamaternya.Â
Mengingat, baju almamater adalah simbol agung nan suci bagi sebuah perguruan tinggi, maka relevansinya dengan bentuk gerakan mahasiswa sangatlah bisa teruji.Â
1. Cuci Baju Almamater Tiap Selesai Mengikuti Event Kampus
Poin pertama ini adalah yang paling lumrah dilakukan oleh mahasiswa, ketika selesai mengikuti event kampus. Almamaternya dicuci, disimpan dilemari kos, atau kardus bekas air gelas mineral (walau defenisinya masih bisa saja disebut lemari), atau digoppo' saja dalam kos (baca: Makassar).Â
Sembari menunggu event kampus berikutnya dan cuan uang rokok dari proposalnya.Â
Apapun itu, bentuk pencucian almamater jenis pertama ini, adalah implikasi mahasiswa dalam menghadapi proses globalisasi, ekonomi, politik, dan budaya. Globalisasi atas diadakannya event, politik atas digunakannya kardus bekas, dan ekonomi atas cuannya proposal event untuk sebuah pembelian rokok (walau bisa jadi hanya mampu beli perbatang).Â
2. Numpang Cuci Baju Almamater Tiap Teman Kos Ngelaundry
Pernumpangan atau dalam defenisi yang lebih eksplisit yaitu pernebengan, begitu murah terjadi dalam cyrcle pergumulan mahasiswa di kos, maka tak heran bila di kategori kedua ini menjadi bagian dari tendensi bentuk gerakan mahasiswa.Â