"Pernahkah kita berpikir, sudah banyak bulan Ramadan yang kita lalui, namun seberapa dekat nilai-nalai Ramadan itu melekat dalam hati.?"
Seingat saya, sejak mulai lulus SMP atau SMA, Ramadan selalu menjadi perayaan yang begitu saya tunggu, sebab banyak kegembiraan, dan kebersemaan di dalamnya.
Tapi lain halnya ketika telah lulus kuliah, Ramadan juga saya tunggu, akan tetapi sudah tidak seantusias saya dahulu, sebab ada pekerjaan yang tetap mengalihkan fokus saya untuk mengisi dengan penuh suka cita bulan Ramadan.
Dan ketika saatnya Ramadan kali ini tiba di tahun 2020, sangatlah lebih berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sebab atmosfer Ramadan harus diredupkan oleh pandemi Corona.
Banyak yang kecewa. Tentu saja, apalagi bagi seorang muslim Ramadan bisa dikatakan bulan dimana pahala kebaikan dilipat gandakan.
Akan tetapi walaupun bagaimana, atas setiap ujian atau wabah yang terjadi, semua atas kehendak Allas swt.
Yang penting kita tetap berusaha dan berdoa untuk mencegah penyebarannya.
Di siang ini yang merenungi itu semua, membuka kembali potret-potret kenangan yang telah saya lalui di tahun sebelumnya. Entah serunya menyalakan petasan bersama teman-teman, tadarusan di TPA, pergi ke pasar untuk sekadar membeli walkman--semuanya sangat indah.
Begitupun ketika kuliah, berbuka puasa bersama teman-teman di kampus, turun ke jalan untuk membagikan pengendara makanan berbuka puasa--semuanya begitu indah.
Ramadan-ramadan yang telah saya lalui sangat indah.
Namun ketika saya melihat kembali jauh ke dalam diri saya, tak begitu berdampak banyak akan semua keindahan itu di dalam diri saya.
Sifat-sifat keakuan masih melekat dan begitu susah untuk dipahami antara hal itu baik atau buruk. Sifat keakuan sering menipu.