Pertama-tama dan yang paling utama marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah swt, #eh kok jadinya kayak muqaddimah ustadz-ustadz saat lagi ceramah, maklum manteman soalnya saya eks (alumni) mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) yang selalu dikira ustadz, makanya kalau saya sudah bosan menjawab perkiraan itu, saya langsung saja berceramah di depannya. Haha.
Itu baru contoh kecil, bagaimana stigma masyarakat tentang mahasiswa STAI. Saya kadang berada pada posisi dilema tingkat akut, ketika berada di tengah-tengah masyarakat, apalagi pas ada acara keislaman, karena label mahasiswa STAI yang saya sandang. Padahal, dibalik stigma seperti itu, ada saya yang masih bolong-bolong salatnya, wa khususan salat subuh.
Kemarin datang sepupu saya memancing di empang, dia alumni dari kampus ternama di Makassar, saya yang merangkap menjadi pemandu wisatanya mengelilingi empang yang punya banyak ikan mujair yang ingin ia pancingi. Di pematang-pematang empang itulah saya dan dia (haaa, diaa??), bercerita dan mengobrol banyak, apalagi dia baru tahu bahwa saya ternyata alumni salah satu kampus STAI di Makassar, tidak berlama-lama dia mengetahuinya sembari memperaiapkan pancingnya, saya langsung dilontarkan pertanyaan tentang kampus STAI yang seperti biasanya telah umum saya dapati ketika menemui orang-orang yang baru mengenalnya.
Akan tetapi, pertanyaan-pertanyaan tersebut hanyalah mahasiswa STAI yang mampu menjawabnya, sebab merekalah yang telah membaca, mentadabburi, dan memakanai, laku kehidupan mahasiswa STAI itu sendiri. Ngga sama netizen budiman yang sudah stress #DiRumahAja, belum kenal Mojok, dan belum baca isinya. Malah marah-marah di kolom komentar.
Adapun pertanyaannya adalah......:
#1. "Kalau mahasiswa STAI berarti pintar semua itu mengaji dih?"
Perrtanyaan itulah yang pertama ditanyakan oleh sepupu saya, entah darimana pengambilan datanya sehingga muncul hipotesis tersebut, mungkin karena label Islam di belakangnya sehingga sepupu saya mengira mahasiswa STAI itu pintar mengaji.
Jawaban saya: "nda tonji, karena nda harusji orang kuliah di STAI orang baru dikira pintar mengaji, karena kalau muslimki orang sudah jadi kewajibanmi untuk bisa membaca kita sucinya (Al-Quran)."
#2. "Berarti kau ine cowok syar'i, karena mahasiswa yang kuliah di STAI aktif sekali kampenye hijrah."
Mendengar pertanyaan itu, saya tidak menanyakan kembali bagaimana defenisi syar'i menurutnya, sebab dari pertanyaanya saya sudah mafhum kalau dia mengonotasikan kesyar'ian dengan kehijaraan.
Jawaban saya: "kau itu sambarang,model begine dibilang syar'i?.. Haha. Nda ada hubungannya dengan kuliah di STAI dan syar'i, liatmi orang sering kampanye hijrah kebanyakan belajar agama dari yutupji, yang mungkin kebetulanji juga kuliahi di STAI."
#3. "Jadi ustadz semua alumninya kalau selesai di STAI dih?"