Ide-ide besar tak selalu lahir di bangunan-bangunan perkuliahan, sebagaimana ilmu adalah cahaya maka tentu cahaya bisa saja bersinar di mana saja. Iya kan? Iya kan? iya kan aja.
Bahkan banyak penemuan-penemuan yang berpengaruh di zaman yang dihantui perubahan iklim ini dan virus-virus termasuk virus mencaci maki orang lain, itu berasal dari hal-hal yang tidak disengaja, sampai dapat dimaknai menjadi ide-ide brilian yang dapat bermaslahat dari abad ke abad.
Tidak terkecuali ketika sedang pup atau Buang Air Besar (BAB), entah di toilet kampus, di tepian sungai, di toilet bandara, toilet masjid, toilet minimarket, dan toilet warkop.
Pada saat-saat itulah ternyata semesta bekerja untuk meciptakan inspirasi-inspirasi, bukan hanya ketika kita menyeduh segelas kopi tapi juga ketika menikmati hajat untuk ditunaikan dengan gaya jongkok maupun duduk.
Tapi kadang hal tersebut kita tak sadari, bahwa banyak keputusan-keputusan yang sangat berarti dalam hidup kita, itu kita temukan dari sebuah kontemplasi yang secara otomotis berjalan di sela-sela durasi kita membuang air besar.
Coba diingat-ingat saja, saat kita membuang air besar, di tengah kedamaian dalam WC, di tengah penjiwaan kita untuk memaksanya keluar, di tengah ketenangan kita merasakan alurnya, di saat itu pula pikiran dan perenungan kita akan melayang jauh, jauh menembus awan dan langit, bintang-bintang, dan angkasa. namun tak lak lama kemudian harus jatuh kembali ke sadisnya penolakan gebetan.
Entah perenungan kita akan realita yang telah kita lalui dalam beberapa hari yang lewat, atau ekspektasi kita yang akan kita raih dalam beberapa pekan yang akan datang. Semua perenungan tersebut kita kerjakan secara alamiah dalam balutan bau pengembaraan menuju sebuah kebenaran tentang hal konstruktif yang seharusnya kita lakukan segera.
Sampai pada titik tertentu, dari perenungan tersebut kita mencapai titik balik yang dapat memberi gambaran umum maupun khusus untuk melihat arah yang lebih jernih dalam hidup.
Kontemplasi-kontemplasi yang kita lakukan saat membuang air besar, mungkin hanyalah sekadar manipulasi alam bawah sadar kita untuk mengisi kesenggangan pikiran dalam konstrasi membuangnya.
Akan tetapi diakui atau tidak, kontemplasi tersebutlah yang kadang lebih banyak berpengaruh ketimbang seminar-seminar jomlo berlabel akhi wa ukhti motivasi bagi kompleksitas-kompleksitas hidup kita yang terus bertambah.
Sebab kontemplasi tersebut lebih bisa kita tempatkan konteksnya pada diri kita, daripada tips-tips motivasi yang bisa jadi konteksnya hanya sesuai pada diri sang pemberi motivasi.