Memasuki tahun 2020, tampaknya banyak inovasi-inovasi baru bermunculan, tapi bagaimana di ruang pendidikan?, apakah pendidikan bisa menresfonsifkan diri di tengah kemajuan digital, tanpa menghilangkan kemurnian pendidikan itu sendiri?.
Sebab tak jarang pendidikan dihubung-hubungkan dengan era revolusi industri 4.0, untuk bisa mengambil peran dari kemajuannya, namun luput untuk tetap memperhatikan akhlak yang menjadi salah satu bagian dan pada saat yang lain, menjadi bagian utama dari tujuan suci pendidikan.
Menyikapai hal tersebut Guru Besar Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Furqan Makassar, Dr. H. Muhammad Yusuf, M. Pd I, Â menerbitkan buku "Membangun Karakter Berbasis Kisah." (Bogor: Guepedia, 2019) walau telah banyak buku terbit yang sejenis, akan tetapi buku beliau mempunyai elaborasi pemaknaan yang berdasar pada Al-Qur'an, Kisah, dan Kearifan Lokal (Bugis).
Saya beruntung ikut mendapat bagian dari bedah buku santai bersama beliau dan teman saya Ahmad Abdullatif di sebuah kedai kopi, Senin (20/01/2020).
"Serpihan-serpihan historis diharapkan (dapat) menggugah akal, nurani, dan kesadaran yang pada gilirannya dapat menuntun cara pandang dan karakter menjadi lebih kuat dan tangguh." Tulis beliau dalam pengantarnya.
Harapan tersebut agaknya sangat relavan dengan kondisi anak-anak muda milenial sekarang ini, yang sedikit-sedikit galau, entah disebabkan karena masalah ekonomi, karir, keluarga, dan kebanyakan masalah percintaan. Kita bisa lihat di linimasa media sosial, quotes-quotes galau begitu mudah diciptakan bak kacang goreng di pasar malam, yang tentu pada akhirnya akan mempengaruhi sisi kejiwaan generasi milenial yang berujung pada merosotnya akhlak.
Tak sampai di situ, buku ini juga menyuguhkan banyak petuah leluhur Bugis (paseng) yang bisa dijadikan mata air yang sejuk di tengah dinamika zaman digital yang gersang.
Sebagaimana sambutan Prof. Dr. H. M. Ghalib., M. A dalam buku ini. "Nilai-nilai yang relavan harus dirawat dan dilestarikan (manusia) sebagai makhluk berbudaya, terdapat niali kearifan lokal khususnya kearifan lokal masyarakat Bugis dalam buku ini perlu diungkapkan sebagai landasan pembangunan karakter."
Ketika kita membaca buku ini, seakan kita menyalakan cahaya lilin dan terus membawanya ke ruang-ruang yang tak sering disentuh generasi milenial: Kejujuran, Keikhlasan, Kebaikan, Keyakinan dan Prinsip, Ukhuwah (Persatuan), Pengorbanan, Kegagalan, dan Kecerdasan Sosial.
Saya mengutip salah satu petuah Bugis dalam bab Kebaikan di buku ini, "Aja' Muala taneng-taneng tania taneng-tanengmu, Aja' muala warang parang tania warang parangmu na tania to mana'mu, aja'to mupassu tedong natania tedongmu." yang artinya jangan mengambil tanaman yang bukan tanamanmu, jangan mengambil barang yang bukan barangmu, jangan pula mengeluarkan kerbau (dari kandangnya) jika bukan kerbaumu. Jika ingin dikaji lebih jauh diksi dalam petuah Bugis tersebut akan sangat dalam maknanya.
Akhirnya saya mengucapkan selamat atas terbitnya buku beliau (Dr. H. Muhammad Yusuf, M. Pd I) semoga dapat menginpirasi pembaca khususnya generasi milenial.