Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Penulis - Masih Belajar Menjadi Manusia

"Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan." Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Harapan Guru Daerah Pesisir di Hari Guru Nasional

25 November 2019   11:37 Diperbarui: 26 November 2019   07:31 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beragam ucapan, kesan, dan penghormatan kepada guru-guru di seluruh Indonesia di Hari Guru Nasional 25 November 2019 bertebaran di media sosial, sebagai bentuk harapan kepada Pendidikan Nasional untuk terus ter-upgrade sesuai kehendak zaman.

Bagi saya, hari ini atau sampai kapanpun guru akan menjadi simbol suci bagi jalannya suatu sistem pendidikan, karena tanpanya, bisa apa sebuah pendidikan?. Walau zaman semakin terdigitalkan dan aktifitas manusia dimudahkan bermodal kecepatan dari gawai-gawai yang kecanggihannya sudah tak diragukan.

Namun kehadirannya sebagai motor penggerak suatu sistem pendidikan, tidak sejalan atau kalau boleh dikatakan sejalan sih tapi kadang tersendat-sendat dengan kesejahteraan atmosfer sekolah yang mereka tempati mengajar.

Seperti sekolah yang saya datangi hari ini (25/11), yang lokasinya berada di paling ujung Utara Kabupaten Maros, bahkan tidak jauh dari sekolah ini jalanannnya sudah buntu, dibatasi oleh sungai Kabupaten Pangkep.

Dokpri
Dokpri
Nama sekolahnya SDN 204 Inpres Binanga Sangkara, Desa Ampekale Kecamatan Bontoa.

Sebelum saya masuk, papan nama dari sekolahnya sudah hancur, dan nampak tidak terlalu terawat. Saya menemui kepala sekolahnya yang bernama Ibu Nuraini S. Pd, kami pun berbincang-bincang seputar guru, pendidikan, dan Hari Guru Nasional.

Belum lama kami berbincang, sang Ibu sudah menegaskan bahwa harapannya sebaga guru yang mengajar di daerah pesisir ini, sangatlah banyak. Namun pernyataan yang begitu memukul saya sebagai citizen journalist, adalah ketika beliau mengutarakan bahwa "Saya sudah sering mengajukan bantuan, akan tetapi tidak diutamakan yang kurang siswanya seperti sekolah kami."

Dokpri
Dokpri
Sekolah tersebut hanya memiliki 47 siswa dari 6 kelas, dan mempunyai 4 orang guru.

Entah apa yang merasikumu hehe yang dipikirkan sang pemberi bantuan, yang menilai indikator suatu pengembangan pendidikan dari jumlah siswanya, bukankah satu siswa saja, juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, bukankah satu siswa saja juga berhak mengejar cita-citanya, bukankah satu siswa saja juga berhak meraih masa depan yang cerah?. Tanpa melihat latar belakang ataupun wilayah dimana ia sekolah.

"Sedangkan banyak sekolah-sekolah yang diberikan bantuan, juga tidak terpakai sedangkan distribusi bantuannya, terus mengalir." Lanjut Ibu Nuraini S. Pd.

Dokpri
Dokpri
Belum lagi ketika saya menyusuri fasilitas-fasilitas sekolah ini, masih sangat kurang, jumlah gurunya pun kurang, apalagi kata kepala sekolahnya tadi, "Sudah beberapa tahun terakhir kami tidak mempunyai guru olahraga, jadi ketika siswa kami ikut lomba, yang hanya bisa kami ikuti adalah lomba lari."

Sungguh membuat saya prihatin, melihat anak-anak SD di pelosok pesisir, yang bagi saya impiannya tidak kalah dengan anak-anak di kota, senyumnya, tawanya, dan kegigihannya belajar harus dikeruhkan kemurniannya oleh fenomena di sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun