Selama ini berbagai macam muncul terminologi-terminologi perihal keislaman ataupun Islam itu sendiri, yang terkadang membuat masyarakat awam kebingungan akan banyaknya perbedaan dalam pengamalan. Padahal jika ditelisik lebih jauh, dari perbedaan itulah Islam dapat membumi dan melangit dalam ke-Rahmatan.
Pada artikel kali ini saya tidak ingin mengutip ayat maupun hadist, untuk mengajak teman-teman melihat Islam, saya hanya ingin menuntut pandangan perihal keislaman ataupun Islam itu sendiri lewat sebuah acara aqiqahan.
Kemarin pagi, saya memenuhi undangan barzanji, dimana sang pengundang mengadakan acara aqiqahan anaknya. Lokasinya berada di Daya-Kota Makassar.
Sesampainya saya di sana, saya disambut senyum senyum penghormatan oleh tuan rumah, kami berjabat tangan, saya dipersilahkan duduk, sambil berbincang-bincang sembari menunggu para imam-imam masjid yang juga akan berbarzanji nantinya.
Saya pun dipersilakan masuk oleh tuan rumah, disuguhi oleh berbagai macam kue khas Bugis-Makassar, yang dihidangkan di atas bosara. Saya melihat si tuan rumah sangat berbahagia menyambut kedatangan kami, yang tak lama lagi anaknya akan diaqiqah. Sungguh pemandangan yang pasti menyentuh perasaan saya ketika mendapat undangan barzanji, apalagi biasanya pelaksanaan-pelaksanaan acara aqiqah yang dipadukan dengan pembacaan barzanji ini, itu diadakan oleh masyarakat-masyarakat menengah ke bawah, yang sangat bersyukur atas kelahiran anaknya, dan memberi salam dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Di daerah Bugis-Makassar, saat acara aqiqahan seperti ini dilakukan, ada semacam songkolo' atau kaddo' minnya, semacam sajian dari beras ketan yang mirip tumpeng, untuk didoakan atau diberikan ke para pa'barzanji serta pisang.
Saat sholawat dalam barzanji dilantunkan, dan saya serta para imam berdiri meresapi setiap makna dalam syair-syairnya, sungguh, suatu kerinduan dan kesyukuran kepada Nabi Muhammad SAW. di saat inilah si keluarga atau si tuan rumah berkeliling untuk memotong sebagian rambut anaknya yang baru lahir ke pa'barzanji yang hadir, tak jarang, saya melihat orang tua dari si anak menangis atas kegembiraannya.
Di saat itulah saya merasakan, sebuah hubungan dalam kebersamaan yang sangat indah, menyatu dan melebur dalam bait-bait barzanji.
Tak sampai di situ, setelah memanjatkan doa dalam barzanji. Kami disuguhi lagi makanan seperti gulai kambing serta makanan-makanan lainnya, kebersamaan terus terlahir sampai kami pulang. Sungguh indahnya.
Oleh karenanya, bagi teman-teman yang selama ini melihat Islam dari berbagai macam terminologi-terminologi yang terkadang membuat wajah Islam itu tidak fleksibel terhadap segala perbedaan dan tidak mengarah kepada kebersamaan. Bagi saya, itu tidak tepat. Datanglah ke acara-acara aqiqahan seperti ini, dan rasakanlah bagaimana kebersamaan itu adalah bagian dari Islam itu sendiri.
*****
Makassar. 23 November 2019