Bapak-Ibu...
Tak berada di dalam kotak-kotak
Yang tepat berjejeran samping meja kita
Ada sebab yang bisa jadi akibat
Dari terbitnya matahari sampai tenggelamnya
Telah digariskan takdirnya
Untuk menyalakan lilin saat gelap tiba
Dan aku tahu
Di kursi yang aku duduki ini
Belumlah usang usianya
Hanya terlihat bekas bakaran
35 tahun silam sebelum ada listrik di kampungku
Ujar pemandu rasa kopi yang menghampiriku
Tuang segera air panasmu di gelas yang telah tersedia bubuk kopi Â
Dan lihatlah yang terjadi
Dunia bagimu adalah bidadari yang menari di depan matamu
Ujar pencium pelangi
Arahkan tatapanmu kedepan
Dan lihatlah yang terjadi
Dunia bagimu adalah bulan-bulan yang mempunyai cahaya warna-warni
Ujar peraga boneka
Gerakkan tangan dan mata boneka ini
Dan lihatlah yang terjadi
Dunia bagimu adalah senyum-senyum yang lucu
Ah benarkah itu...
Dunia belum berubah dan yang terjadi tetaplah persis kala dulu aku meneteskan air mata
Yang tampak setidaknya cahaya kecil yang menembus atap rumah yang bocor
Antara suka dan tidak suka
Beruntung Bapak dan Ibu di sini
Yang menunggu jam dinding berdetak satu kali lagi
Untuk meneruskan arah mata angin
Dan menatapnya dengan berbagai pujian-pujian
Yang sampai ke ujung bulan tanpa nama hari yang perlu dihitung lagi
Tak perlu panggil aku...
kesendirian sudah jadi perangai hidupku Pak, Bu
Kan kuselimuti bayangan-banyangan itu
Agar aku semakin tahu
Arti adanya seseorang di sisi dalam setiap masa-masa hidupku
*****
Makassar, 17 -- Desember  - 2018
______
*Puisi ini telah dipublikasikan di blog pribadi Sahyul Padarie : puisisahyulpadarie.blogspot.com