Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Penulis - Masih Belajar Menjadi Manusia

"Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan." Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kesaksian Reruntuhan Pidie Jaya

10 Desember 2016   11:46 Diperbarui: 10 Desember 2016   12:41 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: www.news.okezone.com

Aku terlanjur jatuh dan patah
Oleh gempa di Pidie Jaya
Sebelumnya, Aku mendengar
Teriakan lara orang-orang sekitar
Mereka berlari tak kenal arah

Kudengar rintihan bocah di bawahku
Memanggil ibunya, ayahnya
"Abu, Ma tolong aku..."
Naas, aku iba namun tak bisa berbuat apa-apa
Tubuhku sudah terlanjur menguburnya

Kudengar juga gelisah seorang gadis
Yang mencari calon suaminya
Di antaraku, mengais-ngais bebatuan 
Berharap ia ada di dalamnya
"Suhar..., Suharnas di mana kamu, mana janjimu
Kita akan sehidup semati
Tapi kenapa kau pergi dan tak kembali,"
"Tuhan tak adil," iringnya.

Andai aku bisa bicara
Namanya Yusra, 'kan kukatakan padanya
"Tuhan telah membuatkanmu pelaminan di surga,"
Namun, Ia tak mendengar
Karena memang aku hanya reruntuhan

Ada juga seorang Ibu dengan 
bayi yang dikandungnya
Meregam nyawa
Tertimpa olehku
Mungkin, jika bayi itu hidup
Ia akan bercita-cita menjadi pemimpin negeri ini
Dengan tulus dari hati
Tetapi, Ia lebih dicintai Ilahi

Kudengar suara galian liang
Ribut sirine ambulance
Ingin diberikan jalan
Menambah nada cekam kala itu
Liang lahat untuk 15 orang jenazah

Berderai doa dan air mata
Mengiringi ke pulangan mereka
Tatapan sinis tambah gerimis
Terlihat di wajah-wajah penduduk
Yang tertimpa gempa

"Yaa siin wal qur'anul kariim innaka laminal mursalin....,"
Terus menenangkan suasana
Di tenda-tenda pengungsian
Berharap yang lebih dulu diambil oleh-Nya
Diberikan tidur yang nyenyak
Senyenyak bayi yang tertidur
Setelah meminum susu

Oh dunia, atau apalah kau menyebutnya
Datang kemari dan lihat apa yang terjadi
Ini hanya secuil kesaksian untukmu
Untung aku hanya reruntuhan
Yang memang tak bisa berbuat dan
Berkata

Tak seperti manusia lainnya
Yang terkadang hanya bisa berkata-kata mutiara
Tanpa bisa melakukan apa-apa
Hanya terkadang tapi jangan keseringan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun