Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Airlangga Hartarto Tegaskan EUDR Rugikan Industri Sawit Indonesia

31 Mei 2023   10:29 Diperbarui: 31 Mei 2023   10:50 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri kelapa sawit Indonesia adalah salah satu sumber devisa terbesar bagi negara bidang non migas. Banyak negara yang menjadi konsumen produk minyak nabati ini karena selain mudah, murah juga paling ekonomis dan ramah lingkungan dibanding produk sejenis seperti minyak nabati dari bahan bunga matahari, kedelai, kanola  maupun jagung. Terakhir, minyak yang berasal dari buah pohon jenis palem itu sudah juga didevirsifikasi sebagai minyak pembangkit untuk kendaraan bermotor, seperti BBM yang selama ini sudah banyak dipakai oleh beragam jenis mesin kendaraan di dunia.

Dengan menjadi salah satu sumber devisa utama negara yang otomatis menjadi komoditas strategis, hal itu tak lain karena ada jutaan nyawa yang bergantung kepad industri ini. Data BPS mencatat bahwa di Indonesia, tidak kurang dari 12 juta pekerja menggantungkan rezekinya dari usaha ini, mulai dari petani pemilik lahan mandiri, pekerja pabrik pengolahan dan produk turunan sampai kepada pedagangan gorengan kaki lima di berbagai pasar tanah air.  Atas dasar itu pula, menjaga akses pasar ekspor agar tetap terbuka menjadi isu penting bagi pemerintah Indonesia. Karena  akan menjamin keberlangsungan roda dan putaran ekonomi dalam negeri dari sektor ini.

Disebabkan posisi strategis yang dimiliki, maka hambatan dan tekanan menjadi sesuatu yang sudah sering terjadi, utamanya dari negara-negara yang pada sisi lain adalah kompetitor untuk produk yang sama di negara yang menjadi tujuan ekspor. Hambatan tersebut mulai dari hambatan tarif, pengenaan ketetapan yang tak berkaitan langsung dengan produk itu sendiri, hingga kampanye negatif yang mengkambinghitamkan industri ini sebagai biang kerok terhadap persoalan lain yang tujuannya adalah agar produk ini ditinggalkan para konsumen.

Persoalan terkini dalam kaitan hambatan yang dialami industri sawit Indonesia dari pasar ekspor Eropa adalah keluarnya ketetapan European Union Deforestation Regulation (EUDR) pada 16 Mei 2023, yang berdampak negatif serta bersifat diskriminatif karena membatasi pasar sejumlah komoditas utamanya sawit ke kawasan tersebut. "Implementasi EUDR jelas akan melukai dan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan yang begitu penting buat kami seperti kakao, kopi, karet, produk kayu dan minyak sawit," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.


Karena dianggap urgen, Airlangga sengaja langsung terbang ke Eropa setelah menyelesaikan rangkaian acara  Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) Ministerial Conference pada 26-27 Mei 2023 di Detroit, Amerika Serikat.

Rencananya, Airlangga akan melakukan pertemuan terkait, terutama komisioner dan Parlemen Uni Eropa, serta pihak swasta, organisasi internasional dan NGO di Eropa guna menyelesaikan permasalahan terkait kelapa sawit Indonesia. Dirinya tidak sendiri, karena  Deputi (Timbalan) Perdana Menteri dan Menteri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Sri Fadillah Yusof datang sebagai joint mission untuk menyuarakan concern kedua negara terkait hal tersebut. 

Joint mission ini akan  membahas langkah-langkah yang dapat ditempuh agar ketentuan tersebut tidak akan membebani dan memberikan dampak negatif terutama kepada para pelaku petani kecil (smallholders) kelapa sawit dan komoditas lainnya yang berdampak atas ketentuan EUDR tersebut. "Kami ingin menekankan bahwa EUDR membebani petani kecil, karena mereka harus mematuhi prosedur administratif sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan regulasi tersebut," ungkap Menko Airlangga.


Para pihak yang akan ditemui dalam rangkaian kegiatan tersebut antara lain adalah High Representative of the European Union for Foreign Affairs and Security Policy Josep Borrell-Fontelles, Commissioner for the Environment, Oceans, and Fisheries Virginijus Sinkevicius, Executive Vice President (EVP) European Green Deal and Commissioner for Climate Action Policy Frans Timmermans, Vice President of the European Parliament MEP Heidi Hautala, Chair of International Trade/INTA Committee MEP Bernd Lange, serta CSOs and European Alliances dan perwakilan sejumlah pengusaha industri kelapa sawit Uni Eropa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun