Â
Sebagai negara kepulauan dengan rentang yang sangat luas, kebutuhan Indonesia dalam memastikan terjadinya koneksi antara satu wilayah atau pulau dengan kawsan serta wilayah lain tak cuma lewat jalur darat. Transportasi udara yang juga menjadi pilihan logis juga menjadi salah satu target pemerintah untuk dikembangkan. Pengembangannya tak cuma berkait kepada pengadaan infrastruktur bandara serta aspek pendukungnya. Namun lebih dari itu, unsur peralatan dan penyiapan Sumber Daya Manusia juga menjadi sesuatu yang niscaya.Paradigma itu yang oleh Kementerian dan lembaga terkait diterjemahkan dalam sejumlah program serta proyek yang pelibatannya menyertakan berbagai pemangku kebijakan. Salah satu diantaranya adalah pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus  (KEK) bidang aviai yakni Batam Aero Technic (BAT) serta Nongsa Digital Park (NDP) Batam, Kepri.  Prinsip aturan operasionalnya sendiri didasarkan kepada  PP Nomor 67 Tahun 2021  yang fokus kepada  kegiatan industri berbasis Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) pesawat udara serta logistik.
Keseriusan pemerintah dalam pengembangan industri di KEK BAT berbasis MRO ditunjukkan pemerintah dengan akselerasi pembangunannya. Agar pada waktunya, kawasan ini bisa menjadi showcase kepada phak asing dan investor yang hendak masuk, bahwa Indonesia siap menerima modal luar negeri dalam aspek pengembangan industri semikonduktor, digital taleng serta berbagai proyek yang sebelumnya sempat dibahas Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat mengadakan kunjungan ke AS beberapa waktu lalu.
"Untuk kedepannya, kita memerlukan adanya kerjasama bidang peraawatan mesin. Dan untuk sementara kita sedang mengadakan pembicaraan dengan  General Electric agar mereka mau ke BAT.  Engine maintenance ini sangat diperlukan, apalagi Batam Aero Technic  memiliki 600 engine. Jadi itu sudah captive market sendiri," ungkap Menko Airlangga  saat meninjau langsung perkembangan KEK Batam Aero Technic (BAT) dan KEK Nongsa Digital Park (NDP), Jumat (4/11/2022). .
Keberadaan KEK BAT tidak berdiri sendiri, kawasan ini telah diintegrasikan dengan Bandara Hang Nadim, sehingga posisinya secara langsung berhubungan dengan berbagai fasilitas seperti runway pesawat, penyediaan bahan bakar pesawat, hingga air dan listrik yang mampu melancarkan aktivitas industri MRO yang dilakukan. Meski belum semuanya selesai, namun dari 30 hektare lahan yang tersedia, total area yang sudah dipakai mencapai 60 persen dari keseluruhan luas lahan. Sedangkan dari  total komitmen investasi sebesar Rp7,29 triliun s.d. 2023, sampai saat ini telah terealisasi sebesar Rp567 miliar dan telah menyerap 1.404 tenaga kerja dari target 9.976 tenaga kerja di tahun 2030.
Untuk jangka menengah, kawasan ini diharapkan bisa merebut berbagai peluang pasar kawasan Asia Pasifik yang total pesawatnya diperkirakan berjumlah 12.000 unit dengan nilai bisnisnya yang diperkirakan tidak kurang dari  USD100 miliar pada tahun 2025. Sementara untuk dalam negeri, pembangunan fasilitas ini bisa menghemat tidak kurang dari  65% s.d. 70%  total devisa dari kebutuhan MRO dari maskapai penerbangan nasional atau senilai Rp26 triliun per tahun.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H