Total produksi sawit  Indonesia  yang kini mencapai 34 juta ton/tahun yang sebagian besar diekspor dalam bentuk CPO (Crued Palm Oil) atau minyak mentah dan ratusan produk turunan, secara tak disadari telah berhasil "menjajah"Eropa.
Bagaimana tidak, ragam produk minyak nabati dari pohon ini telah menjadi bagian dari kehidpan sehari-hari warga benua biru tersebut. Mereka juga harus rela bahwa dari bahan ini. Total devisa yang dperoleh Indonesia tidak kurang dari Rp 284 triliun rupiah (2018).
Sebagai contoh, saat bangun tidur dan ke kamar mandi, baik ke toilet gosok gigi atau mandi tak lepas dari sawit.  Pasalnya dalam sabun yang digunakan untuk mandi, pasta untuk gosok gigi, atau kertas toilet pembersih, semuanya  berasal dari olahan kelapa sawit. Itu belum lagi bicara bahwa busa dalam sabun mandi berasal dari minyak laurat yang terdapat pada minyak inti atau palm kernel oil.
Sementara minyak intinya yang memiliki sifat anti mikroba selain bisa membersihkan kulit juga mematikan kuman-kuman yang menempel di kulit.
Setelah mandi, perut yang lapar butuh pasokan, maka omelet atau ragam makanan lain yang perlu digoreng membutuhkan minyak goreng atau margarin yang berasal dari sawit.
Saat merapihkan rambut, maka pomade untuk pelicin mahkota kepala dari bahan minyak itu, juga tak lepas dari bahan olahan sawit, karena dari bahan sawit lah, pomade terbaik yang layak dipakai.Sifat antioksidan di dalam minyak sawit bermanfaat bagi kulit. Itulah mengapa banyak perusahaan kosmetik menggunakan produk berbahan baku kelapa sawit.
Karena kosmetik sudah jadi kebutuhan yang tak tergantikan, khususnya wanita. Maka wajar jika sawit, suka atau tidak adalah kebutuhan primer bagi mereka, sebagian  masyarakat Eropa.
Perasaan gondog atau mangkel Eropa itu kian besar, karena pohon ini tak bisa ditanam di kawasan sub tropis hingga kutub. Sementara bunga matahari, rappa, dan kacang kedelai nilai keekonomisan produknya kalah saing dengan sawit.
Karena sadar telah ketergantungan dan kalah saing, maka  kampanye hitam terus dilancarkan kelompok bisnis dan negara kawasan itu melalui aktivis lingkungan agar pembatasan terhadap sawit diberlakukan.
Cara mereka adalah dengan  membendung ekspor produk-produk sawit tanah air lewat beragam aturan yang berimbas pada jatuhnya harga minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Atau berkampanye hitam dengan menuduh sawit sebagai biang kerok  deforestasi, polusi dan serta pemanasan global.
Pembatasan itu sendiri sudah berulang kali terjadi lewat bermacam aturan. Mulai dari sebagai biang penyakit, sumber kolesterol, atau dituduh bisa berkembang karena dapat subsidi pemerintah, atau penerarapan sertifikasi, RSPO dan ISPO, Â hingga terakhir, pembatasan biodiesel dari bahan baku minyak ini.