Setelah booming industry kayu tanah air padam pada era 80an, geliat usaha dengan bahan baku kayu tersebut  praktis redup. Kendati  ada upaya diversifikasi dengan pengusahaan kayu lapis. Namun seiring waktu, dan concern dunia terhadap pemanasan global, bisnis yang mengandalkan tanaman hutan ini praktis pudar.
Kondisi sama juga terjadi di kalangan pelaku usaha kayu dalam negeri. Geliat usaha ini seperti hidup segan mati pun ogah. Padahal, jika mengaca pada kebutuhan kayu untuk keperluan industry dan rumah tangga dalam negeri saja, Indonesia mengalami defisit bahan baku kayu tidak kurang dari  50 juta m/tahun, padahal ketika tahun 1980an dimasa jayanya dulu mampu memproduksi kayu hingga 70 juta m/tahun.
Kekurangan pasokan tersebut sejatinya adalah juga dampak kebijakan izin pembukaan lahan yang tak disertai aturan tegas tentang penanaman ulang, atau reoboisasi.Â
Kendati aturan yang ada sudah mewajibkan, bahkan gelontoran dana dari pinjaman luar negeri turut membantu, namun hal tersebut gagal mengembalikan hutan yang tadinya sudah ditebang untuk kembali dihijaukan.
Maka yang terjadi berikutnya adalah  masalah pada lingkungan dan defisiensi kayu nasional, akibatnya sekarang kayu hutan semakin sulit didapat, disamping menimbulkan kecemasan pada semua pihak pengguna kayu. Itu berdampak pada penutupan beruntung sejumlah pabrik kayu lapis lantaran pasokan yang menipis.
Sementara bahan pengganti kayu seperti baja, aluminium, plastik, dan bahan lainnya bersifat nonbio degradable, ternyata dikemudian hari malah akan menimbulkan masalah lingkungan.
Pada poin bahan baku ini, Indonesia sejatinya punya sumber daya alam pengganti, sekaligus bisa menjadi penambal defisit kayu yang kian membesar itu. Salah satu sumber tersebut adalah kayu kelapa sawit.
Pohon berakar serabut ini sejatinya layak serta bisa menjadi solusi alternatif terhadap defisit kayu nasional itu.
Ditengah kelangkaan yang ada, saat ini defisit kayu dunia mencapai 300 juta m3/tahun. Â Maka kayu sawit adalah bisa jadi salah satu jalan keluar, karena bahan baku yang dimikiki relative sangat besar
Menurut  Peneliti Teknologi Kayu Badan Litbang Departemen Kehutanan, Jamal Balfas, pohon kelapa sawit punya sejumlah keunggulan. Antara lain,jumlahnya yang sangat besar serta terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Kondisi itu membuat adanya jaminan ketersediaan bahan baku dalam jangka waktu yang tidak terbatas.Â
Belum pernah diproduksi masal meski bersifat unik. Dan yang terpenting, penggunaan kayu sawit akan membantu peningkatan pemerintah dalam penyelematan hutan tropis.