Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Kuatkan Petani Sawit Sebelum Wajibkan Label ISPO

6 Agustus 2019   11:26 Diperbarui: 6 Agustus 2019   11:43 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah menetapkan wajibnya penerapan prinsip berkelanjutan untuk industry kelapa sawit melalui label  ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) kepada perusahaan perkebunan skala besar.

Selain untuk penataan serta tata kelola usaha yang lebih berpihak pada pelestarian lingkungan,  ISPO juga  sebagai jawaban atas ragam tudingan pihak asing yang menyebut industry ini menjadi biang deforestasi.  Atau dalam bahasa lain, penolakan sejumlah negara, khususnya Eropa terhadap industry sawit dan produk turunannya karena menilai tata kelola sawit nasional masih belum baik.

Dalam perjalanannya, label ISPO yang diterapkan di tanah air untuk seluruh perusahaan perkebunan sawit belum sepenuhnya terlaksana karena berbagai hal. 

Hal sama juga terjadi untuk kalangan  petani mandiri atau perorangan  yang mengelola sendiri kebun sawit mereka. Untuk kelompok ini, kewajiban penggunaan label ISPO  belum menjadi kewajiban karena sejumlah pertimbangan.

Menurut sejumlah kalangan, pemerintah seharusnya lebih dahulu berkonsentrasi kepada perusahaan besar dalam hal mandatory ISPO tersebut. Pasalnya, sebagai sebuah entitas bisnis, prinsip kerja serta manajerial kelompok ini lebih mudah diawasi dan mereka terikat aturan hokum yang lebih ketat. Itu tak lain karena usaha mereka diawali oleh sebuah badan hukum, sehingga segala konsekwensi dan manfaat sudah dipahami sebelum memulai usaha.

Persoalan serupa tak bisa diberlakukan untuk kelompok tani atau perorangan. Pemerintah, semestinya justru harus mengambil peran untuk lebih melindungi, karena suka atau tidak, kelompok ini tidak memiliki SDM dan pendanaan cukup kuat dalam menjalankan bisnis mereka

 Penguatan posisi petani dalam masalah penerapan label ISPO ini dinyatakan oleh   Wakil Ketua Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE), Pahala Sibue.

Pahala menyebutkan, petani perorangan belum memerlukan  sertifikasi ISPO ataupun RSPO. Yang  lebih dibutuhkan oleh kalangan ini adalah penguatan lembaga mereka, baru kemudian label ISPO atau RSPO tersebut bisa diaplikasikan.

Kelembagaan petani seperti poktan, gapoktan dan KUD merupakan infrastruktur petani yang perlu dibangun atau direvitalisasi. Di sini  menjadi tugas dan tanggungjawab Kementan lewat Dirjen Perkebunan untuk melaksanakannya.

Karena dengan kelembagan petani yang penguatannya  dibantu oleh pemerintah, akan terciptalah rencana, kerja, kontrol untuk pembinaan petani dalam meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM), maupun penguatan kelembagaan. Hal-hal seperti ini  yang diperlukan petani namun tak pernah didapatkan sebelumnya.

Untuk mewujudkan ini semua perlunya kerjasama antar Pemerintah (Dirjenbun), Asosiasi Petani dan Penyandang dana/ BPDP-KS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun