Ada banyak penyebab mengapa Eropa dan negara-negara industri maju lain berusaha dan ngotot untuk membendung masuknya produk kelapa sawit dan turunnya mendominasi pasar dunia. Selain unggul telak secara ekonomis dibanding minyak nabati dari jenis lain, seperti bunga matahari, atau kacang kedelai. Kelapa sawit ternyata juga sangat cocok untuk menjadi bahan dasar oleokimia.
Sebelumnya, kalau sawit jika diolah dalam kategori oleofood maka yang dihasilkan adalah  produk pangan. Atau biodiesel, Biofuel  serta  biohydrocarbon. Maka peruntukan Oleokimia ini lebih mengarah pada aneka produk dan bahan industry.
Seperti diketahui bahwa beberapa jenis  lemak minyak nabati yang telah diolah menjadi bisa diolah menjadi bahan kimia antara  mentega, sabun, dan minyak goreng. Maka oleokimia dari sumber kelapa sawit ini bisa menjadi salah satu  alternatif sumber energi masa depan.
Kenapa sawit ?, itu tak lain karena untuk  mendapatkan bahan baku lain untuk diolah menjadi oleokimia di dalam negeri juga sangat sulit. Indonesia kesulitan untuk mendapatkan bahan baku penghasil fatty Acid dari sejumlah komoditas seperti  Kedelai, Canola, Rapeseed, Sun Flower, dan kelapa.
Maka  pada titik ini lah sawit bisa masuk, karena sebagai bahan baku utama, Indonesia adalah produsen utama buah ini. Karena jika diolah, sawit juga bisa menjadi penghasil Fatty Acid dan Fatty Alcohol, yang menjadi bahan baku utama untuk pembuatan oleokimia.
Beberapa jenis produk yang bisa dihasilkan antara lain  Kosmetik, farmasi, polyuretane, bahan peledak, produk cat untuk Fatty Alcohol.  Sementara dari  Fatty Acid -- bisa dihasilkan sejumlah produk kebutuhan harian manusia seperti Sabun, lilin, personal care, pelumas, produk kertas, produk karet, plastik
Kendati pertumbuhan konsumsi pasar global akan fatty acids dan fatty alcohols tidak terlalu besar, namun industri oleokimia masih memiliki ceruk pasar yang terus bertumbuh. Rata-rata setiap tahunnya, industri fatty acids akan mengalami pertambahan pasar sebesar 5% per tahun, sedangkan fatty alcohols akan bertumbuh sebanyak 3% per tahunnya.
Salah satu bukti besar itu adalah, ekspor industri oleokimia  Indonesia pada 2019 diperkirakan meningkat diatas US$ 5 miliar atau setara Rp 73,8 triliun. Perkiraan ini didasarkan pada pertumbuhan 20% dari ekspor tahun 2018  yang diprediksi mencapai US$ 4,17 miliar
Namun sebagai bisnis hilir, investasi besar di awal menjadi sesuatu yang niscaya. , sehingga  memerlukan modal lebih dalam investasi.  Sementara pada sisi lain, hingga saat ini ekspor barang mentah dan baku kelapa sawit masih dominan. Sehingga diperlukan kerja lebih, khususnya insentif dan kemudahan dari pemerintah bagi pengusaha dalam negeri untuk tidak telat dalam pengembangan sector ini.
Disamping juga yang tak kalah penting dukungan terhadap riset dan pengembangan industri oleokimia serta insentif yang tepat bagi industri oleokimia untuk berkembang.
Dan itu memerlukan sinergitas seluruh stake holder yang ada.