Mohon tunggu...
WahyuTriharyadi Cristoforus
WahyuTriharyadi Cristoforus Mohon Tunggu... -

Gemar mengamati masalah sosial orang muda, musik rock, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Visi Ekologis dari Kebijaksanaan Lokal Merapi

19 Maret 2014   22:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

1. Pengantar

Gerakan cinta lingkungan atau pembelaan bumi semakin tuntutan krusial.  Dari tahun ke tahun bencana alam teristimewa banjir dan tanah longsor terus mendera nusantara. Tentunya para penghuni bumi nusantara ini tidak bisa tinggal diam.  Isu kebakaran hutan, penggundulan hutan, polusi air karena pertambangan lepas pantai, perkebunan sawit dan pengerukan gunung secara menggila adalah fakta bahwa alam membutuhkan advokat.

Salah satu yang kini didengungkan untuk mengatasi persoalan ekologi ialah kembali kepada kebijaksanaan lokal.  Indonesia menyimpan kekayaan cerita yang mengungkapkan hubungan yang mesra antara alam dan manusia. Tetapi perlahan-lahan cerita itu digusur oleh arus globalisasi.  Padahal cerita-cerita itu memberikan pesan moral dan keagungan nilai bumi dan penghuninya.  Sangat dimungkinkan menghidupkan kembali kebijaksanaan lokal dimana dalam cerita-cerita tersebut menjadi alat untuk bertahan dari serangan kerakusan para pemilik modal.

Berikut penulis akan membagikan apa yang menjadi cerita mesra antara Gunung Merapi dan masyarakat sekitar.  Darinya kita bisa semakin mempromosikan cerita-cerita yang menyimpan kebijaksanaan lokal.

2. Cerita dari lereng Merapi

Beberapa tahun silam, 2009/10, Gunung Merapi yang berdiri di utara kota Yogyakarta memuntahkan lahar dan awan panas.  Menarik sekali menyimak apa yang diungkapkan oleh warga desa Sumber yang tinggal di seputaran lereng Merapi.  Cerita berikut disarikan dari aneka sumber.

Gunung Merapi merupakan salah satu pusat penting dalam kepercayaan kosmologi Jawa.  Orang Jawa dari Jawa Tengah memiliki konsep “Mandala”.  Konsep mandala memetakan wilayah seturut otoritas yang memerintahnya.  Mereka percaya bahwa ada tiga pusat tempat suci (gaib) yang masing-masing dipimpin oleh pemimpin gaib.  Raja memegang autoritas politis dan berada di tengah-tengah kosmos.  Istananya berada di tengah-tengah masyarakat untuk menyimbolkan jantung masyarakat.Gunung Merapi menyimbolkan autoritas di wilayah utara dan Laut Kidul memegang autoritas wilayah selatan.Orang Jawa percaya untuk menciptakan kosmos yang harmonis, mereka mesti menciptakan relasi yang benar terhadap tiga pusat kekuasaan, alam dan lingkungan sosial.

Mereka yang tinggal di lereng Merapi menyebut gunung ini Mbah Petruk. Petruk dalam tradisi pewayangan jawa dikenal sebagai salah satu tokoh punakawan. Masyarakat mempersonalisasikan Merapi sebagai yang dituakan. Mbah Petruk benar-benar real dan tinggal di antara mereka.  Oleh karenanya masyarakat menghormatinya.  Mbah Petruk telah memberi “makanan” untuk menghidupi warga seputarnya.

Ketika Gunung Merapi mulai aktivitasnya menyemburkan lava, warga sekitar lereng melakukan kirap untuk mengelilingi Merapi tiga kali.  Mereka melakukan secara diam. Beberapa desa memberikan sajen berupa apem dan tumpeng untuk menenangkan kemarahan “penghuni” yang tinggal di gunung. Lalu saat Merapi meletus, mereka tidak berkata satupun hal negatif tentangnya.  Bagi warga, letusan itu menandakan para penghuni tengah berpesta dan lahar yang meluap itu bagaikan sisa yang dibuang dari pesta itu. Mbah Petruk senantiasa mengingatkan warga lewat mimpi atau pesan supranatural bila akan memulai aktivitas vulkaniknya.  Masyarakat merenungkan bencana tersebut sebagai rekonsiliasi atas hubungan mereka dengan Mbah Petruk.  Tetapi juga sebagai cara mbah Petruk menguatkan mental warga.

Para petani mengetahui bahwa Mbah Petruk selalu menyediakan lahan yang subur, air yang bersih, dan udara yang segar.  Para pengumpul pasir dan batu pun memperoleh keuntungan dari Mbah Petruk.Mbah Petruk menghidupi mereka.  Dia itu berkah dan melimpahi warga ketenangan hidup dan hubungan yang harmonis.

Oleh karena itu, ungkapan syukur warga bisa dimanifestasikan dalam aneka rupa.Contohnya, komunitas orang beriman di Sumber, mereka melakukan prosesi dari tujuh mata air. Mereka mengumpulkan air dari tujuh mata air dan menguduskannya dengan doa-doa.

3. Merangkum pesan

Cerita dari lereng Merapi memberikan suatu kesadaran ekologis.  Ekosistem ini memiliki relasi mutual.  Manusia – alam – spesies- dan penghuni yang tak kelihatan saling terhubungkan.  Gunung memberikan sumber penghidupan seperti tanah untuk bercocok tanam, tempat hidup para binatang, kesuburan untuk pertanian, dan tanah untuk warga.Ciptaan yang tak kelihatan memberikan keseimbangan juga dalam kehidupan.  Manusia meningkatkan produksi pertanian tanpa harus mengeksploitasinya. Semua elemen ini memiliki peran dalam ekosistem. Menyingkirkan salah satu elemen berarti merusak mekanisme alam.  Singkatnya jika manusia menghormati ciptaan lain dan tinggal dengan “benar” maka alam dan mahkluk lain akan memenuhi keperluannya.

Kebijaksanaan lokal dari Gunung Merapi memberi visi agar manusia menghormati kehidupan sebagai keseluruhan-utuh.  Pandangan ini tentu dapat menahan paham yang berorientasi pada kebutuhan ekonomi dan perkembangan manusia.  Pandangan ekonomis dan perkembangan manusia ini memberi pintu pada eksploitasi atas nama manusia. Untuk Kebutuhan ekonomi dan teori human development perlu melihat dari sisi kebijaksanaan lokal agar bumi tetap langgeng memberi kehidupan kepada penghuninya.  ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun