Langit masih cerah, dan pemuda itu masih tetap bangun pagi seperti biasanya. Ia tak pernah ketinggalan memetik embun. Pun begitu dengan menjemur impian.
"Siapa yang mau perhatian dan harapannya jadi busuk sebelum mengering. Mimpi tidaklah sebercanda itu!" Begitu teriak pemuda itu dalam hati sembari merengkuh kesejukan di sebalik hijaunya daun-daun.
Seketika sang surya sudah setinggi ujung tombak, pemuda itu mendapat sebuah pesan Whatsapp singkat.
"Jadilah pagi untuk berjuang. Kuberikan senyum, dan kuharap bahagiamu menjulang!"
Dirinya semringah, sudah lama ia tak menerima pesan singkat yang seperhatian itu. Lalu pesan tersebut ia beri tanda bintang seraya menyandingkannya dengan harapan.
Terangnya dalam hati, mungkin bulan ini ia harus berkeringat lebih. Bangun lebih pagi, syahdan bersaing dengan fajar untuk menyinari bumi.
Bukanlah hal yang mustahil.
Pemuda dengan kumis tipis itu percaya dengan proses. Bahwa setiap perjuangan yang ia semai bakal tumbuh menjadi benih-benih kebahagiaan.
Barangkali tidak semua. Tapi dengan keseriusan, 80-90% usaha bakal berbunga dan berbuah.
Saat itu pula, sang pemuda mulai menyemai impian kemudian memberikan perhatian lebih kepada si dia sebelum semuanya terlambat dan membusuk.