Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

3 Mindset Emas untuk Menggapai Masa Depan yang Lebih Cerah

5 Juni 2021   21:42 Diperbarui: 6 Juni 2021   09:30 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melirik masa depan yang lebih cerah | Gambar oleh mastersenaiper dari Pixabay

Sejatinya, tiap-tiap diri berhak untuk menggapai impian di masa depan yang lebih cerah, kan?

Tentu saja. Ada segudang rencana yang kemudian ditata dengan harapan segera sukses. Penataan rencana tersebut membutuhkan strategi khusus. Bisa dengan belajar, berlatih, trial and error, hingga berkaca dari pengalaman masa lalu.

Masing-masing diri tentu memiliki target impian yang berbeda sehingga strategi yang bakal dipilih juga tidak bisa disamakan.

Meski begitu, sebelum berkisah tentang strategi untuk menggapai masa depan yang lebih cerah, ada beberapa mindset alias pola pikir yang perlu diluruskan.

Terang saja, terkadang strategi pencapaian harapan di hari esok bisa saja gagal hanya gegara mindset kita yang keliru. Sebagai contoh, kita menganggap kejenuhan sebagai alasan untuk berhenti untuk menggeluti sesuatu yang sebelumnya disukai.

Apakah salah? Jenuhnya tidak salah, tapi pilihan untuk berhenti tadi barangkali merupakan kesalahan. Padahal, solusinya cukup simpel, yaitu dirimu maupun diriku butuh istirahat sebentar, atau mungkin pula perlu jalan-jalan seraya mengusir udara kepenatan.

Tidak jauh berbeda, untuk menggapai masa depan yang lebih cerah juga begitu. Sebelum mengulik-ulik strategi, kita perlu terlebih dahulu menata mindset.

Nah, kali ini rasanya kita bisa belajar dari emas, bahwa si kuning logam mulia ini menawarkan kita seberkas pola pikir untuk sukses. 

Tercatat, ada 3 pola pikir terkait perbaikan masa depan yang bisa kita petik dari emas. Apa saja?

Pertama, Emas Mengajak Kita untuk Menyisihkan, bukan Menyisakan

Ilustrasi menyisihkan, bukan menyisakan uang | Gambar oleh lifepal.co.id
Ilustrasi menyisihkan, bukan menyisakan uang | Gambar oleh lifepal.co.id

O ya, sekilas, diksi "Menyisihkan" versus "Menyisakan" itu terdengar sama, bukan? Tapi ternyata kenyataannya tidak.

Diterangkan oleh Kompasianer Rokhmah Nurhayati, kegiatan menyisihkan lebih cenderung pada komitmen, bahwa diri ini harus melakukannya. Menyisihkan (uang) dilakukan di awal bulan ketika kita gajian, tepatnya ketika uang yang diterima masih utuh.

Sedangkan menyisakan lebih mengarah kepada tindakan pasif karena kita cenderung menunggu hasil alias sisa dari pada yang kita belanjakan.

Adapun fenomena yang berkembang, selama saya mulai aktif terjun di dunia bisnis, ada perbedaan mencolok antara keseriusan pelanggan A yang menyisihkan uang dengan pelanggan Z yang menunggu uang sisa.

Ya, hasilnya, orang-orang yang bertipe pelanggan Z sering kali batal order gegara di akhir bulan mereka tak lagi memiliki uang sisa. Sedangkan orang-orang dengan tipe pelanggan A cenderung lebih konsisten.

Bukankah hal tersebut merupakan salah satu mindset penting untuk menggapai masa depan yang lebih cerah? 

Jika iya, maka diriku dan dirimu perlu mengikuti ajakan emas untuk menyisikan tabungan untuk masa depan, bukan menunggu uang sisa syahdan ditabung.

Kedua, Emas Mengajak Kita Membeli Masa Depan dengan Harga Hari Ini

Emas; membeli masa depan dengan harga hari ini | Gambar dari dulohupa.id
Emas; membeli masa depan dengan harga hari ini | Gambar dari dulohupa.id

Masa depan itu mahal, percayalah! Tidak sedikit orang di dunia ini yang memilih untuk memeras keringat lebih basah demi masa depan yang cerah. Ibarat kata, berkeringat dahulu, bermandi santai kemudian.

Sayangnya, karena mahalnya masa depan, harapan untuk bermandi santai itu masih cukup sulit untuk digapai. Alasan utamanya ialah, uang yang kita kumpulkan hari ini belum tentu nilainya sama jika kita diamkan hingga 5 tahun kemudian.

Fenomena inflasi menyebabkan nilai uang semakin berkurang, padahal jumlahnya tetap saja. Melirik laporan Survei Kegiatan Dunia Usaha dari BI, tingkat inflasi pada 2021 akan meningkat hingga 3,12 % secara tahunan.

Alhasil, jika kita hitung secara sederhana, sepotong tempe yang kita beli hari ini seharga Rp 5.000, pada akhir tahun nanti bisa naik menjadi Rp 5.156. Atau mungkin begini, harga tempe tetap Rp 5.000, tapi potongan/ukurannya semakin minimalis. Hehehe

O ya, itu hanya sekadar contoh simulasi sederhana inflasi dalam kurun waktu satu tahun. Nah, pertanyaannya, bagaimana kabar nilai uang Rp 5.000 tadi pada 5-10 tahun kemudian? Bisa jadi, kita tidak lagi bisa membeli tempe, melainkan hanya mampu membayar kantong kreseknya. Ehem.

Seirama dengan fenomena tersebut, ternyata proses penggapaian masa depan juga tidak jauh berbeda. Makin bertambah hari, harga masa depan itu semakin mahal, terlebih lagi ketika kita malah bersantai-santai di masa muda tanpa merencanakan strategi pencapaian impian.

Sebagai permisalan, kita ambil contoh kehidupan para petani. Dulu, barangkali banyak orang yang bercita-cita bersekolah cukup hingga jenjang SMA, lalu setelahnya ikut keluarga untuk bertani. Tapi, apa yang terjadi ketika mereka sudah lulus SMA?

Ternyata tanah yang dulunya subur, sekarang sangat membutuhkan asupan, pupuknya mahal, harga sayuran bikin isi dompet nyungsep, serta berbagai kemirisan lainnya. Alhasil, bekal ijazah SMA untuk kemudian menjadi petani sukses tidaklah cukup.

Belajar dari mindset emas, rasanya kita perlu membeli masa depan dengan harga hari ini. Ya, kalau yang kita beli itu adalah logam mulia, maka si kuning yang kita beli di hari ini nilainya bisa terus bertambah jika kita simpan dalam kurun waktu beberapa tahun.

Barangkali sebagian dari kita masih ingat betul dengan harga beli emas yang menyentuh harga Rp 700 ribuan/gram di tahun 2019. 

Hebatnya, sekarang emas sudah otewe menuju Rp 1 juta. Baru ditinggal dua tahun, ternyata masa depan emas sudah meningkat sejauh itu.

Pun demikian dengan perjuangan diri untuk menggapai masa depan. Kita tahu bahwa masing-masing orang menjalani proses, tantangan, serta hambatan yang berbeda. Dengan demikian, ukuran dan jangka waktu kesuksesan mereka juga berbeda.

Tapi, mindset penggapaiannya masih sama. Bahwa ikhtiar hari ini, keringat hari ini, serta konsistensi berjuang hari ini akan terlihat mahal nilainya ketika kita tatap di masa depan. Gimana, bisa diterima, kan?

Ketiga, Emas Mengajarkan Kita untuk Konsisten

Konsisten mencapai impian. Gambar dari maxmanroe.com
Konsisten mencapai impian. Gambar dari maxmanroe.com
Ketika kita melirik emas sebagai sebuah mindset, ada tiga poin penting yang kita bisa petik darinya.

Pertama, si kuning logam mulia mengajak kita untuk konsisten menabung. Tidak melulu tentang jumlah gramasi, sikap rutin dalam menyisahkan tabungan untuk masa depan lebih dihargai daripada menabung sesekali di kala ingat.

Hebatnya lagi, hari ini emas telah hadir mulai dari gramasi kecil yang harganya bisa dijangkau oleh masyarakat dengan penghasilan pas-pasan maupun menengah. Alhasil, tinggallah keseriusan terhadap penggapaian harapan di masa depan yang menjadi penentunya.

Nah, dalam kaitannya dengan masa depan dan kehidupan, terkadang kita butuh untuk memperbaiki hal-hal dari gramasi terkecil yang ada di dalam diri. Sebut saja seperti kebiasaan bangun pagi, olahraga, belajar, hingga menyisahkan uang.

Seperangkat hal tersebut terdengar sederhana, namun dampaknya bakal luar biasa. Tidak untuk hari ini, melainkan di hari esok.

Kedua, emas mengajak kita untuk konsisten menahan godaan. Ada gadget keluaran terbaru? Baju baru yang sedang trending? Banyak barang diskon? Hati-hati, itu godaan yang tiba-tiba datang sekaligus juga tiba-tiba hilang.

Jika saat itu kita memiliki tabungan uang di ATM dan terasuki oleh godaan, bukan tidak mungkin tabungan tersebut bakal kita gunakan untuk jajan tanpa ingat lagi dengan impian.

Nah, dampaknya bakal sangat terasa jika kita menggunakan mindset "menunggu uang sisa" untuk tabungan masa depan. Kenyataannya nanti, entah ada entah tidak yang tersisa.

Agak beda kiranya jika tabungan tadi sudah dikonversi ke emas. Apakah emas yang dipegang hari ini bakal ingin kita jual esok? 

Rasanya tidak, dan bahkan mungkin kita akan berat hati. Soalnya emas ada harga buyback yang seakan memaksa kita untuk menyimpannya lebih lama.

Pertanyaannya sekarang, bisakah kita perlakukan uang kita layaknya emas?

Ketiga, emas mengajak kita untuk jangan melepaskan tabungan sebelum impian tercapai. O ya, sebagai produk investasi yang dijuluki safe haven dan zero inflation, emas mengajak kita untuk menyiapkan tabungan untuk impian jangka panjang.

Semakin detail impian tersebut, maka semakin bagus karena kita bisa meracik strategi pencapaian harapan yang lebih matang. Syahdan, emas yang tadinya disimpan baru akan dijual ketika nilainya sudah seharga dengan impian kita.

Jadi, apakah kita hari ini masih sering membongkar-susun tabungan demi sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu kita butuhkan (gengsi)? Jika iya, rasanya kita perlu bermindset emas.

Okeh. Demikian saja, ya. Mungkin tulisan ini terlalu panjang. Tapi, biarlah. Toh, perjuangan penggapaian masa depan juga panjang, kan? Ehem.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun