Hahaha. Judulnya terdengar "Pria" banget, ya. Mau bagaimana lagi. Meskipun era Siti Nurbaya telah berlalu jauh, hingga hari ini masih cukup ramai pihak yang sibuk mengurusi jodoh orang lain. Seakan-akan para jomlo takbisa cari sendiri saja! Eh. Setop dulu sampai di sini.
*
Tadi, sesaat sebelum menulis, aku sempat "merusuh" di grup WA SKB. Setelah beberapa hari jalan-jalan keliling Curup dan bermalam di rumah teman, aku tertarik untuk ikut mengulas soal perjodohan. Karena bingung soal judul, aku minta pendapat saja di grup. Wkwk
Di awal percakapan grup, kalimat "Lebih menantang menjemput jodoh sendiri" dikomentari K-ner Ayah Tuah bahwa "Omongannya lelaki banget", sedangkan Prof. Felix Tani menebar gagas menolak perjodohan agar tercipta kesan bahwa jomlo itu mahal, bukan murahan.
Sebagai pria yang belum menikah, aku tidak bisa menyiapkan segunung sanggah. Terlebih lagi ketika Pak Jack (Baca: zaldy chan) menghadirkan pernyataan bahwa PR dalam jodoh adalah keputusan memastikan pilihan. Aku (terpaksa) mengiyakan.
Meski begitu, kisah percintaan masing-masing insan pastinya berbeda-beda. Dunia ini menghadirkan banyak jalan untuk menikah mulai dari berpacaran, menjodohkan, hingga jodoh karena "kecelakaan".
Soal jalan mana yang mau ditempuh untuk menegak tenda biru, hal itu dikembalikan lagi kepada si jomlo. Apakah mau memilih jalan yang "benar", atau malah berlari di jalan yang salah. Atau, tetap jomlo lestari. Eh, harus pilih jalan yang benar yaaa!
Tapi, ya, yang juga perlu dipahami adalah, jodoh bakal bertemu ketika diri sudah membutuhkannya. Dengan demikian, tidak ada batasan maupun patokan umur di sini.
Jika mau dipercepat untuk berjodoh, bagaimana? Rumusnya simpel. Seseorang yang ingin menikah tinggal menaikkan derajat inginnya agar segera menjadi kebutuhan. Soalnya, kalo cuma keinginan saja, entah kapan bakal dikabulkan. Sederhananya, dirimu tidak serius untuk meminta.
Begitulah rasanya esensi penegas dari refleksi dalil "Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan".