Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Melirik Tradisi "Begeghak", Sembelih Ayam Kampung, dan "Opoi Sambang" Khas Bengkulu

1 Mei 2021   22:31 Diperbarui: 2 Mei 2021   04:21 1904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Begeghak. Foto dari Sepenggal Info

Kegiatan rutin yang merupakan tradisi khas Suku Rejang ini dilakukan dengan cara membuat opoi (api) dari tempurung/batok kelapa. Namun, sebelum itu segenap tempurung kelapa akan disusun secara vertikal menggunakan pancang kayu setinggi kira-kira 1,5 meter.

Diterangkan oleh rekan guruku yang berdomisili di Bengkulu Utara, kegiatan Opoi Sambang biasanya digelar di depan rumah warga dengan menumpuk beberapa pancang susunan tempurung.

Syahdan, menurut para tetua Suku Rejang, Opoi Sambang dilaksanakan pada malam 27 Ramadan karena malam itu para arwah nenek moyang sedang tersesat serta kesulitan untuk mencari jalan pulang. Maka dari itulah dihadirkan api sebagai penerang.

Dalam proses pembakaran, tempurung akan terlebih dahulu disirami minyak tanah, dan ketika api sudah hidup nantinya ada beberapa orang yang bertugas membuang bara api demi menjaga agar api tetap menyala.

Sejatinya tradisi ini adalah momentum bagi Masyarakat Bengkulu untuk berkumpul bersama keluarga dan tetangga. Di daerah Bengkulu Selatan, tradisi ini juga dikenal dengan sebutan "Api Jagau" alias menjaga api.

Ritualnya tetap sama, namun disertai juga dengan kegiatan warga yang membawa makanan khas seperti lemang bambu dan tapai ketan hitam.

Bagi anak-anak desa setempat, tradisi Opoi Sambang sudah seperti hiburan bagi mereka. Namun bagi para muda-mudi dan para orang tua, kegiatan ini adalah momentum mereka untuk berkumpul bersama, begadang bersama, bahkan hingga sahur tiba.

Lebih dari itu, uniknya tradisi Opoi Sambang ini juga memiliki beberapa istilah lain. Misalnya ada tradisi Nujuhlikur (Malam ke-27) di Bengkulu Selatan, ada Opoi Malem Likoa, juga hingga Malem Jelikua. Meski berbeda istilah, namun ritualnya tetap sama.

O ya, jikalau dulunya beberapa tradisi di atas masih kental dengan kepercayaan tentang arwah nenek moyang, tidak halnya dengan hari ini.  Sekarang unsur syiriknya sudah dibuang dan masyarakat Suku Rejang tetap mempertahankannya sebagai tradisi yang juga menjadi kekayaan budaya bagi provinsi Bengkulu.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun