"Aku Rapuh!"
"Perasaanku Rapuh!"
"Jiwaku Rapuh!"
"Aku Lemah, Gelisah, dan Mudah Rapuh!"
Begitulah kiranya temuan ungkapan-ungkapan ambyar kaum perempuan yang sering kita temui di postingan media sosial. Dari sana, sebagian orang yang tidak terlalu banyak menggunakan perasaan kemudian menilainya sebagai perempuan yang lebai, baperan, bahkan lemah.
Apakah para perempuan setuju dengan sematan itu?
Agaknya, tidak mungkin perempuan segera mengangguk tanda setuju. Yang ada, malahan mereka akan membela diri dengan menyebut bahwa kaum perempuan memang lebih banyak menggunakan perasaan daripada logika. Dari sanalah kemudian muncul perbedaan emosi.
Kaum perempuan sangat mudah berlinang air mata saat mereka dibentak, dimarahi dan dikasari. Sebagian orang mungkin memandangnya lemah atau bahkan rapuh, tapi?
Kenyataannya tidak selalu demikian. Kesedihan tadi hanyalah pewujudan dari emosi yang tak tertahan. Coba kita bandingan, mendingan menghadapi perempuan yang mudah menangis, atau perempuan yang mudah sakit hati dan menyimpan dendam?
Tentu saja pilihannya jatuh kepada menenangkan perempuan yang mudah menangis. Inilah sesungguhnya kunci hati seorang perempuan. Dari tangisan dan kesedihan, sebenarnya mereka ingin mendapat perhatian lebih serta tak mau ditinggal sendiri dalam kesepian.