Angan-angan begitu indah. Berawal dari duduk termangu di kursi tua, hati lantas tertawa. Geli menatap langit-langit dunia yang penuh caci maki.Â
Niatnya pengabdian, tapi dipandang cari perhatian. Niatnya tulus, namun dipandang penuh dengan akal bulus.Â
Aduhai lucunya dunia!
Ketika niatnya berbalik menuntutmu, malah berdalih nanti saja. Esok hari. Lusa. Minggu depan. Ah, entah kapan.
Ketika niatnya bersanding dengan inginmu, malah hadir segunung andai. Ingin agar tanah kita subur. Ingin agar tempat kita berpijak penuh dengan junjung toleransi.Â
Tapi sayang, bahkan jari-jari manismu enggan untuk berkeringat.
Lihai lewat cuitan. Lunglai atas apiknya perbuatan.
Lihai berkomentar pesan moral. Letih membaca rencana baik yang viral.Â
Terang atas diri, bahwa hadirmu hanya mengubah damai menjadi kecamuk.Â
Kisahmu hanyalah nanti dalam andai. Berjuta umat melihatmu, sedangkan dirimu terlalu jauh melihat umat. Semestinya ada tamu agung yang datang. Malu.Â