Tiap berganti tahun, datanglah tren baru. Ketika beberapa hari ini banyak orang memuji ramalan Steven Jobs tentang "kematian" Adobe Flash Player yang jadi kenyataan, ketika itu pula aku ingin menyoroti eksistensi pendidikan dari kacamata tren 2021.
Apa yang berubah? Terang terlihat oleh kedua bola mata bahwa kening pendidikan kita saat ini beberapa kali mengernyit menyaksikan eksistensi PJJ. Saban hari, ada-ada saja setangkup omelan, bahkan kata "bosan" sampai berjamuran di beranda media sosial.
Dengan dimanfaatkannya tren kebaruan pendidikan seperti aplikasi Zoom Meeting, Google Classroom, Google Form, LMS, YouTube, hingga beragam aplikasi belajar online lainnya, pemerhati teknologi pendidikan pasti menganggap bahwa ini kabar baik.
Tapi, kabar baik tersebut tidak melulu membuat para guru tersenyum. Ya, mayoritas guru dituntut untuk keluar dari "zona aman" sekaligus bersegera beradaptasi bin akrab dengan teknologi. Guru-guru muda sih yes, tapi guru-guru senior? Tidak semua, Bro.
Terlebih lagi dengan kondisi sekolah yang belum terjamah internet. Ada seberkas nada pesimis bahwa untuk apa akrab dengan teknologi, sedangkan keberadaan fasilitas kebaruan di sekolah "not available". Alhasil, banyak juga dari mereka yang masih "sayang" dengan spidol.
Tapi, aku rasa tren pendidikan dan pembelajaran di tahun 2021 tidak lagi begitu. Perlahan, rasa sayang guru terhadap spidol akan segera tergusur. Alasannya?
Ragam Alasan Mengapa Guru Mulai "LDR" dengan Spidol
Pada awal pindah tugas mengajar ke jenjang SD tahun 2019 lalu, aku sebenarnya sudah menyiapkan seperangkat ATK untuk menemani papan tulis di sekolah.
Minimal 3 buah spidol sudah aku beli sendiri, tinta spidol isi ulang juga begitu, bahkan penghapus pun selalu aku siapkan di saku tas. Beberapa hari sebelum mengajar, aku sudah survei ke sekolah. Di sana tidak ada sinyal, belum ada proyektor, bahkan papan tulisnya sudah "setengah" layak pakai.
Alhasil, mau tidak mau aku harus lebih akrab dengan papan tulis. Soalnya, aku kurang suka mengajar dengan cara mendikte. Daripada mendikte, aku lebih suka menghadirkan mind mapping alias peta pikiran di papan tulis.
Dari sanalah kemudian spidolku makin "dekat" dengan papan tulis.
Tetapi, setelah sekian bulan aku mengajar, ada-ada saja masalah krusial yang mengakibatkan "rasa cinta" spidolku terhadap papan tulis kian sirna.
Mulai dari spidol baru yang hilang, ada spidol tapi tidak ada tinta, spidol dipinjam rekan guru lalu tidak tahu entah ke mana rimbanya, hingga ada spidol tapi penghapusnya harus minta kertas dari siswa, masing-masing darinya cukup mengesalkan.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, ada pula guru yang memanaskan suasana dengan ngomelin Bendahara BOS gegara tak menyediakan anggaran tambahan untuk spidol hilang. Eh
Maka dari itulah, lambat laun kisah spidol dan papan tulis di sekolah mulai terguncang Long Distance Relationship alias LDR layaknya dunia percintaan.
Tambah lagi di tahun 2020 kemarin kepala sekolah telah menghadiahkan kami 2 unit LCD proyekor. Aku makin senang, deh. Jari-jariku tidak lagi bersimbah tinta.
Tren Pendidikan 2021: Maaf Ya Spidol, Papan Tulis di Sekolah Ingin "LDR" Saja
Sekali kali, barangkali tren pendidikan 2021 sudah tergambar berkat digelarnya PJJ. Banyak sekolah sudah terbiasa menjalankan sistem daring, bahkan baru-baru ini sistem pembelajaran blended learning mulai membahana.
Ya, blended learning alias perpaduan antara daring dan tatap muka secara teori dapat merengkuh keefektifan belajar secara lebih baik lagi. Untuk implementasinya? Kembali bergantung pada kreasi dan inovasi guru dalam meracik teknik mengajar.
Nah, dari sini saja sudah tergambar bahwa di sepanjang tahun 2021 nanti, papan tulis di sekolah tidak akan terlalu dekat dengan spidol. Jangankan sekolah dengan dukungan WiFi yang super kencang, sekolahku saja mulai mencoba LDR-an dengan spidol.
Dan benar saja, Perusahaan keamanan siber asal Rusia, Kaspersky baru-baru ini ikut memprediksi bahwa pembelajaran lewat TikTok dan fitur gim akan menjadi tren pendidikan tahun 2021.
TikTok, ya? Aku pikir juga begitu. Pada bulan-bulan terakhir tahun 2020 hinggalah hari ini, eksistensi TikTok di dunia maya semakin menggelora.
Walaupun dulunya sempat "jatuh nama" gegara memuat konten negatif berupa prank hingga asusila, tapi sekarang reputasi Tiktok mulai berangsur positif.
Lebih dari itu, konten-konten yang viral di TikTok juga ada yang sangat bagus bin mendidik, loh. Tidak percaya?
Mari kita mundur menuju bulan September 2020 lalu. Di bulan tersebut, ada secarik Hizib Autad karya ulama besar Islam, Syekh Abdul Qodir Jaelani yang viral di TikTok.
Aku sendiri sebenarnya terkejut. Secara, lantunan lagu "Allahul Kahfi Rabbunal Kahfi" itu adalah konten islami, loh. Kok bisa viral di TikTok!
Sontak saja, video asli Hizib Autad yang dinyanyikan oleh Farhat Mushofi dengan penambahan syair lirik oleh Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf via YouTube-nya tersebut ikut viral.
Bahkan hingga hari ini, video yang kumaksudkan sudah ditonton lebih dari 34 juta orang. Ngeri! TikTok jadi ketiban baik, deh. Ternyata memang benar, ya. Yang namanya platform tak pernah salah, dan eksistensinya bergantung pada bermanfaat atau tidaknya sebuah konten.
Lebih dari itu, penggunaan platform belajar online juga diprediksi akan menjadi tren pada pendidikan era 2021 ini.
Sebagaimana info yang aku ambil dari katadata.id, tertuang data bahwa beberapa platform pendidikan ternama di negeri ini mengalami kenaikan jumlah pengguna yang cukup signifikan.
Platform pendidikan Zenius jumlah penggunanya meningkat 12 kali lipat secara tahunan menjadi 15,7 juta lebih per kuartal II, Ruangguru memiliki lebih dari 17 juta pengguna terdaftar atau naik dua juta lebih sejak awal tahun, sedangkan AyoBlajar mampu menjangkau 13 ribu pelajar dan 23 sekolah.
Di sisi yang sama, tren penggunaan platform pendidikan ini juga mewabah sampai ke Kemendikbud. Baru-baru ini Kemendikbud sudah meluncurkan platform belajar.id. Padahal sebelumnya sudah ada portal Rumah Belajar, Guru Belajar, hingga platform Guru Berbagi.
Sampai di sini, semakin teranglah persepsi bahwa penggunaan spidol secara perlahan akan semakin ditinggalkan dan papan tulis di sekolah akan diperbaharui menjadi virtual.
Kalaupun papan tulisnya masih konvensional seperti di sekolahku, maka minimal hadirnya LCD Proyektor akan lebih akrab dengan papan tulis daripada spidol.
Dan sebagai penutup dari tulisan ini, kita juga jangan lupa dengan ice breaking di kelas.
Ya, rasanya tren pendidikan 2021 akan mengubah paradigma dari ice breaking itu sendiri. Dari yang sebelumnya gim tepuk semangat, berubah menjadi gim kekinian seperti Quiz, Kahoot, hingga Minecraft.
Eh, sebelum ditutup, aku ingin sajikan data lagi, nih. Tadi siang ada email dari Pinterest Business terkait dengan statistik pencarian sepanjang 2020. Ada yang menarik, dan menurutku hal ini merupakan kabar baik.
Kabar baiknya adalah, sepanjang tahun 2020 kemarin tren pencarian kata kunci "mengajarkan anak sopan-santun/tatakrama" meningkat hingga 145% dan menjadi populer di negara Indonesia, Inggris, serta Australia.
Alhasil, konklusi sederhanaku adalah, ke depannya tren pendidikan sepanjang tahun 2021 ikut menciptakan gaya, teknik, strategi, serta metode pengajaran sopan-santun yang baru bin kekinian. Jadi, maaf ya spidol, papan tulis di sekolah ingin "LDR" saja.
Salam.
Baca juga: Guru Milenial, Generasi Z dan Alpha, Siap-siap Naik Panggung!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H