"Oktober dan November= Siap-siap menabung demi beli ember. Januari dan Februari= Hujan berhari-hari." Begitu lelucon Ayah sejak aku kecil hinggalah sebesar ini."
Januari telah tiba, yang berarti bahwa musim hujan segera bertamu dan terkadang betah untuk lama bersinggah. Bahkan, dulu, sewaktu aku masih SMP ceritanya lebih parah lagi. setiap kali musim hujan tiba, maka memar dan lecet-lecet di sekujur badanku bakal kian bertambah.
Mengapa? Dulu keluarga kami masih pelihara kambing jago, dan aku tiap hari harus mencari rumput demi menggemukkan kambing-kambingku.
Setiap hari aku memanjat pohon johar, mendorong kelenteng ke kebun-kebun penuh rerumputan gatal, dan sepulangnya ke rumah, aku membawa segenap goresan luka serta beberapa biji duri di jari-jari yang lembut ini. Lebai! Biarin. Aku kan enggak nggigit!
Tapi dulu enak. Biarpun aku sibuk cari rumput serta cukup sering keseleo gegara salah pegang dahan dan jatuh dari pohon johar, pakaianku tidak aku cuci sendiri. Iya, benar! Ada Ibu yang berbaik hati dan bertulus jiwa membantuku mencuci pakaian.
Sedangkan dewasa ini, ceritanya jadi sangat berbeda. Bak baskom terisi penuh air lalu tumpah, aku kadang kewalahan dalam mencuci pakaian. Soalnya kami tidak punya mesin cuci.
Bahkan dulu, tiap pagi aku mandi dan mencuci ke sungai. Bawa sabun mandi, sikat gigi, odol, dan ember besar sembari menenteng pakaian kotor. Wah, rasanya di hari itu kegantenganku langsung hanyut. Hahaha
Pun demikian dengan hari ini. Sejak akhir Desember lalu Ibuku sudah menyiapkan lebih banyak tali untuk memajang jemuran. Efeknya langsung terasa, karena nyaris tiap hari desaku terguyur hujan. Hujan inter-lokal pula! Di desaku hujan, eh, di desa sebelah cerah. Hemm
Meski begitu, ternyata penambahan tali jemuran tidak melulu membuatku bahagia. Iya, malah tambah repot. Tahu sendiri, jomlo kalau sudah dewasa ya harus mencuci sendiri, menjemur sendiri, mengangkat pakaian sendiri, hingga menyetrika sendiri.
Terkadang, jika terlalu sibuk, pakaian kotor aku tumpuk dulu hingga beberapa hari. Upss